Cari

Selasa, 21 Desember 2010

Penerapan strategi pembelajaran afektif dapat menigkatkan hasil belajar sejarah siswa kelas VIII2 SMP Negeri 1 Kendari

A. Latar Belakang

Pada pengajaran afektif sangat sulit diukur karena maslah afektif ini bersifat kejiwaan. Pembelajraan afektif ini sangat perlu dilakukan pada bidang studi sejarah karena dalam setiap materi pelajaran ada nilai yang harus ditanamkan pada siswa yaitu nilai-nilai kebudayaan.

Oleh karena itu, maka tugas utama guru adalah: (a) menjelajahi jenis ragam dan tigkat kesadaran nilai-nilai yang ada dalam diri siswa melalui berbagai indicator, (b) meluruskan nilai yang kurang baik dan menangkal masuknya nilai yang naïf dan negative, (c) membina, mengembangkan dan meningkatkan nilai yang ada dalam diri siswa baik kualitatif maupun kuantitatif, (d) menanamkan nilai-nilai baru.

Penerapan pembelajaran afektif dilaksanakan sesuai dengan materi dan target nilai yang kan ditanamkan kepada siswa. Melalui pembelajaran afektif siswa dibina kesadran emosionalnya melalui cara kritis rasional, melalui klarifikasi dan mampu menguji kebenaran, kebaikan keadilan, kelayakan dan ketepatan.

Pembelajaran afektif pada mata pelajaran sejarah dapat dilaksanakan oleh seorang guru dengan menggunakan metode deportasi dan percontohan. Penerapan pembelajaran afektif akan berhasil baik apabila ada keterbukaan dan kesediaan atau kesiapan para siswa dalam memberikan tanggapan setiap stimulus yang diberikan guru. Melalui metode stimulus ini siswa akan menemukan jati dirinya sehingga guru dapat memahami potret diri siswa itu sendiri.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat di rumuskan sebagai berikut:

1. Apakah penerapan strategi pembelajaran afektif dapat menigkatkan hasil belajar sejarah siswa kelas VIII2 SMP Negeri 1 Kendari?

2. Bagaimanakah model penerapan pembelajaran afektif yang dapa meningkatkan hasil belajar sejarah siswa kelas VIII2 SMP Negeri 1 Kendari?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui apakah penerapan strategi pembelajaran afektif dapat meningkatkan hasil belajar sejarah siswa kelas VIII2 SMP Negeri 1 Kendari.

2. Untuk mengetahui bagaimana model penerapan pembelajaran afektif yang dapat meningkatkan hasil belajar sejarah siswa kelas VIII2 SMP Negeri 1 Kendari.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manafaat penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu:

1. Hasil penelitian ini diharpakan dapat memperkaya keustakaan mengenai penerapan strategi pembelajaran afektif terhadap siswa untuk mata pelajaran sejarah di SMP Negeri 1 Kendari.

2. Sebagai bahan informasi bagi sekolah terutama guru dalam hal factor-faktor yang mendukung guru unutk menerapakan strategi pembelajaran afektif di SMP Negeri 1 Kendari.

E. Kajian Pusataka

1. Kerangka Konsep

a. Konsep Penerapan

Penerapan adalah kemampuan menggunakan atau menafsirkan suatu benda yang dipelajari ke dalam situasi baru yang konkrit seperti suata penerapan dalil, metode, konsep, atau teori (Sudirman, 1992: 55).

Selanjutnya menurut Hamalik (1999: 80) memberikan pengertian penerapan adalah abilitat untuk merinci bahan yang telah dipelajari ke dalam situasi baru yang nyata meliputi metode, konsep, prinsip, hukum, dan teori.

Penerapan (aplikasi) mencakup digunakannya abstraksi dalam situasi yang khusus atau konkrit. Abstraksi yang diterapkan dalam membentuk prosedur gagasan umum atau metode yang digeneralisasikan (Pophan, 1994: 40).

b. Hal-hal yang Mendukung dan Menghambat Gru dalam Menerapkan Pembelajaran Afektif

Hal-hal penting dan patut selalu kita upayakan dalam melaksanakan pembelajaran afektif adalah: (1) kemampuan, ketrampilan mengidentifiksi nialai, sikap, moral, mengklasifikasi diri dan menilai serta mengambil kesimpulan atau keputusan dengan kata lain keterampilan-keterampilan tersebut lahir sebagai upaya metodologi guru, (2) hati, emosi, pikiran, kemauan, dan minat anak harus termotivasi serta terlibat dalam apa yang sedang berlangsung di kelas. Guru sejak sebelum masuk di kelas sudah merancang dan memikirkan beutul jenis media (stimulus) yang akan digunakan, (3) menuntut sang guru memiliki, menyadari, dan selalu patuh akan target nilaidari pokok pelajarannya (Djahiri, 1985: 42).

Factor yang mendukung penerapan pembelajaran afektif yaitu, (1) guru harus mampu mempunyai keterampilan mengajar efektif, (2) guru dan siswa harus ada keterbukaan, tidak ada yang vakum semuanya bebas mengeluarkan tanggapan, perasaan serta pikirannya, (3) guru harus memberikan motivasi kepada siswa agar terlibat langsung dalam proses belajar mengajar (Djahiri, 1985: 45).

Adapun hambatan dalam penerapan pembejaran afektif yaitu: (1) factor kebiasaan/adat siswa artinya kebudayaan diam dan ragu atau segan dan malu pada guru, dan (2) pengajaran monoton atau dominasi guru dalam proses belajar mengajar (Djahiri, 1985: 42).

c. Konsep Pembelajaran

Belajar adalah proses perubahan perilaku secara aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu, proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman, proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu yang dipelajari.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan taisat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain pembelajaran adalah proses unutk membantu peserat didik agar dapat belajar dengan baik.

Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serat dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pmbelajaran memiliki pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik. Pengajaran hanya memberi kesan sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik (http://www.studygs.net/indon/metacog.htm.)

Tiga bentuk pembelajaran yaitu: (1) enaktif yaitu pembelajaran yang dilakukan dengan cara memanipulasi obyek secara aktif, (2) ikronik yaitu pembelajaran yang dilakukan melalui reprensetasi pengalaman yang abstrak (seperti bahasa) yang sama tidak memiliki kesamaan fisik dengan pengalaman tersbut (Seifert, 2007: 117).

4. Konsep Strategi

Pengertian strategi secara umum yaitu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Sedangkan pengertian strategi secara khusus yaitu merupakan tindakan yang bersifat incremental (http://search-conduit.com)

5. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerimapengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu (http://www.lintasberita.com)

Grade hasil belajar akhir yang didasarkan atas tingkah laku dan penampilan yang terarah dalam tes yang terorganisasi dengan baik memiliki derajat yang lebih tinggi dibandning dengan grade yang hanya didasarkan atas tes kertas dan pena saja. Pada lingkup yang lebih luas, termasuk lingkup sekolah atau lembaga pendidikan, grade sebagai symbol yang menunjukkan keberhasilan siswa. Sebagaian besar orang tua akan cepat memahami jika para siswa menujukkan grade yang tinggi, missal A dan B, mereka merasa bangga dan mendorong anaknya untuk lebih menekuni lagi apa yang telah biasa dicapai sehingga menjadi lebih baik lagi (Sukardi, 2008: 215).

6 Strategi Pembelajaran Afektif

Nilai adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifatnya tersembunyi,tidak berada di dalam dunia yang empiris.Nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik dan buruk,indah dan tidak indah, dan lain sebagainya.Dengan demikian pendidikan nilai pada dasarnya proses penanman nilai kepada peserta didik yang diharapkan,oleh karenanya siswa dapat berperilaku sesuai dengan pandangan yang dianggapnya baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.

a. Model Strategi Pembelajaran Sikap

Di bawah ini disajikan beberapa model strategi pembelajaran pembentukan sikap (http://suksesbersamasukarto.afektif-nilai.html):
1. Model Konsiderasi

Model konsiderasi dikembangkan oleh MC.Paul, seorang humanis. Paul menganggap bahwa pembentukan moral tidak sama dengan pengembangan kognisi yang rasional.Pembelajaran moral siswa menurutnya adalah pembentukan pembentukan kepribadian bukan pengembangan intelektual.Oleh sebab itu, model ini menekankan kepada strategi pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian.Tujuannya adalah agar siswa menjadi manusia yang memiliki kepedulian terhadap orang lain.

Implementasi model konsiderasi guru dapat mengikuti tahapan-tahapan pembelajaran seperti berikut: (a). .menghadapkan siswa pada suatu masalah yang mengandung konflik,yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.Ciptakan situasi”Seandainya siswa ada dalam masalah tersebut “, (b). Menyuruh siswa untuk menganalisis sesuatu masalah dengan melihat bukan hanya yang tampak,tapi juga yang tersirat dalam permasalahan tersebut,misalnya perasaan,kebutuhan,dan kepentingan orang lain, (c) Menyuruh siswa untuk menuliskan tanggapannya terhadap permasalahan yang dihadapi. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat menelaah perasaannya sendiri sebelum mendengar respons orang lain untuk dibandingkan, (d) Mengajak siswa untuk menganalisis respons orang lain serta membuat kategori dari setiap respons yang diberikan siswa, (e) Mendorong siswa untuk merumuskan akibat atau konsekuensi dari setiap tindakan yang diusulkan siswa.Dalam tahapan ini siswa diajak berpikir tentang segala kemungkinan yang akan timbul sehubungan dengan tindakannya, (f) Mengajak siswa untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut pandang untuk menambah wawasan agar mereka dapat menimbang sikap tertentu sesuai dengan nilai yang dimilikinya, (g) Mendorong siswa agar merumuskan sendiri tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan pilihannya berdasarkan pertimbangannya sendiri.

2.Model Pengembangan Kognitif

Model pengembangan kognisi dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg.Model ini banyak diilhami oleh pemikiran John Dewey yang berpendapat bahwa perkembangan manusia terjadi sebagai proses dari restrukturisasi kognitif yang berlangsung secara berangsur-angsur menurut urutan tertentu.Menurut Kolhberg, moral manusia itu berkembang melalui 3 tingkat ,dan setiap tingkat terdiri dari 2 tahap yaitu:

a) Tingkat prakonvensional. Pada tingkat ini setiap individu memandang moral berdasarkan kepentingannya sendiri,Artinya pertimbangan moral didasarkan pada pandangan secara individual tanpa menghiraukan rumusan dan aturan yang dibuat oleh masyarakat,terdiri daridua tahap: (1) Orientasi hukuman dan kepatuhan. Artinya anak hanya berpikir bahwa perilaku yang benar itu adalah perilaku yang tidak akan mengakibatkan hukuman,dengan demikian setiap peraturan harus dipatuhi agar tidak menimbulkan konsekuensi negative, (2) Orientasi instrumental relative. Pada tahap ini perilaku anak didasarka pada perilaku adil,berdasarkan aturan permainan yang telah disepakati.

b) Tahap Konvensional. Pada tahap konvensional meliputi 2 tahap yaitu: (1) Keselarasan interpersonal. Pada tahap ini ditandai dengan perilaku yang ditampilkan individu didorong oleh keinginan untuk memenuhi harapan orang lain, (2) Sistem sosial dan kata hati. Pada tahap ini perilaku individu bukan didasarkan pada dorongan untuk memenuhi harapan orang lain yang dihormatinya.

c) Tingkat postkonvensional. Pada tingkat ini perilaku bukan hanya didasarkan pada kepatuhan terhadap norma-norma masyarakat yang berlaku,akan tetapi didasari oleh adanya kesadaran sesuai dengan nilai-nilai yang dimiliki secara individu. Pada tahap postkonvensional meliputi 2 tahap yaitu: (1) Kontra social. Pada tahap iniperilaku individu didasarkan pada kebenaran-kebenaran yang diakui oleh masyarakat. (2) Prinsip etis yang universal. Pada tahap ini perilaku manusia didasarkan pada prinsip-prinsip universal.

3. Kesulitan dalam Pembelajaran Afektif

Pertama, selama ini proses pendidikan sesuai dengan kurikulum yang berlaku cenderung diarahkan untuk pembentukan intelektual.dengan demikian keberhasilan proses pendidikan dan proses pembelajaran di sekolah ditentukan oleh criteria kemampuan intelektual. Kedua, sulitnya melakukan control karena banyaknya factor yang dapat mempengaruhi perkembangan sikap seseorang. Ketiga, keberhasilan pembentukan sikap tidak bisa dievaluasi dengan segera. Berbeda dengan keberhasilan pembentukan kognisi dan aspek ketrampilan yang hasilnya dapat diketahui setelah proses pembelajaran berakhir. Keempat, pengaruh kemajuan teknologi,khususnya teknologi informasi yang menyuguhkan aneka pilihan program acara,berdampak pada pembentukan karakter anak.

2. Peneliti Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh La Farimu (2002: 37) menyatakan bahwa hambatan guru dalam dalam menerapkan strategi pembelajaran afektif adalah kesulita untuk mendapatkan media yang tepat yang sesuai dengan target nilai yang diharapkan seperti kesulitan mendapatkan gambar atau potongan berita dari Koran.

Penelitian lain yang dilakukan oleh La Toone (1992: 27) menaytakan bahwa menerapkan pembelajaran afektif, pertama-tama yang harus dilakukan guru adalah membuat stimulus yang memuat konflik nilai.

F. Metode Penelitian

1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan, mulai dari bulan Juni-Agustus 2011 dan akan dilaksanakan di SMP Negeri 1 Kendari Kecamatan Kendari Barat Kota Kendari.

2. Subyek Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kendari Semester II yang berjumlah 40 orang. Subyek ini perlu ditingkatkan hasil belajarnya karena hasil yang diperoleh pada mata pelajaran IPS Sejarah sangat tidak memuaskan. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa di kelas ini maka digunakan Model Pembelajaran Afektif.

3. Aspek yang diteliti

Ada tiga aspek yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu:

(a) Guru, mengamati aktivitas guru dalam menyajikan materi pelajaran sesuai dengan model pembelajaran afektif serta bagaimana cara guru dan peneliti merancang atau merencanakan tindakan perbaikan untuk pertemuan selanjutnya.

(b) Siswa, mengamati aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran dan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran setelah proses pembelajaran selesai.

(c) Hasil belajar, yaitu untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran sejarah melalui penerapan mdel pembelajaran afektif.

4. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah:

a. Catatan Lapangan

Catatan lapangan berisikan catatan tertulis tentang apa yang didengar, dialami, dan refleksi data. Catatan lapangan dalam penelitian ini terfokus pada perilaku guru dalam pembelajaran, refleksi kondisi pembelajaran, perkembangan pembelajaran, pencapaian materi pembelajaran, partisipasi siswa, dan refleksi perilaku siswa baik secara perorangan ataupun perkelompok (Ahiri, 2008: 171).

b. Tape Recorder

Tape recorder dalam penelitian ini digunakan untuk merekam percakapan antara subyek di dalam kelas secara perorangan dan sekaligus secara berkelompok (Ahiri, 2008: 172).

c. Tes

Tes yang digunakan dalam penelitian ini berguna untuk mendiagnosa kekuatan dan kelemahan siswa, mengetahui perkembangan siswa, menentukan peringakat siswa, dan menentukan keefektifan pembelajaran. Dalam hal ini tes dirancang untuk mengukur dan menentukan keberartian hasil belajar siswa (Ahiri, 2008: 174).

5. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, setiap siklus dilakukan dalam 3 kali tatap muka dan setiap tatap muka dilaksanakan 2x45 menit. Penelitian tindakan mengikuti prosedur berikut: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi (Aqib, 2007: 30).

Secara rinci prosedur penelitian tindakan kelas ini di jabarkan sebagai berikut:

1) Perencanaan, kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini yaitu:

a. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

b. Membuat lembar observasi baik untuk pendidik maupun untuk peserta didik dalam melihat proses pembelajaran di kelas ketikan model pembelajaran afektif diaplikasikan.

c. Menyiapkan materi pembelajaran dalam rangka membantu siswa memahami konsep-konsep sejarah dengan baik.

d. Mendesain alat evaluasi unutk melihat sejauh mana sejarah telah dikuasai siswa.

2) Pelaksanaan Tindakan, kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah melaksanakan rencana pembelajaran yang telah di buat (sesuai dengan kurikulum).

3) Observasi, pada tahap ini dilaksanakan observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi. Dalam hal ini, peneliti mengamati seluruh aktivitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran dan kemampuan siswa setelah diajar maupun aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran dan menerapkan model pembelajaran afektif.

4) Refleksi, hasil yang diperoleh pada tahap observasi dikumpulkan dan dianalisis untuk melihat kelemahan-kelemahan atau kekurangan-kekurangan yang terjadi pada setiap pertemuan, dalam satu siklus akan diperbaiki pada pertemuan berikutnya atau pada siklus berikutnya.

6. Analisis Data

Data dalam penelitian tindakan ini dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif model Miles-Huberman (Satori dan Komariah, 2010: 39) yang dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Tahap pengumpulan data yaitu proses memasuki lingkungan peneltian dan melakukan pengumpulan data penelitian. (2) Tahap reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian dan penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dai lapangan. (3) Tahap penyajian data yaitu penyajian informasi untuk memberikan kemungkinan adanya penrikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. (4) Tahap penarikan kesimpulan/verifikasi yaitu penarikan kesimpulan dari data yang telah danalisis.

Sedangkan analisis kuantitatif menggunakan teknik analisis deskriptif yaitu menentukan nilai rata-rata siswa, dan persentase hasil belajar siswa. Adapun rumus statistik analisis kuantitatif adalah sebagai berikut:

a. Menentukan nilai rata-rata

Keterangan: = Nilai rata-rata siswa

N = banyaknya siswa

(Sugiyono, 2006: 43)

b. Menentukan persentase hasil belajar siswa

Keterangan:

N = banyaknya siswa

7. Indikator Kinerja

Sebagai indicator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah minimal 80% siswa telah mencapai ketuntasan belajar secara perorangan. Siswa dikatakan telah mencapai ketuntasan belajar secara perorangan apabila 80% siswa mampu mencapai skor minimal 67 berdasarkan KKM Pendidikan.

Siswa dinyatakan berhasil apabila telah berhasil mencapai skor atau nilai ketuntasan belajar minimal dari jumlah siswa secara keseluruhan di atas 80 % telah mencapai skor atau nilai sesuai dengan KKM yang ditetapkan oleh sekolah sebesar 67 berdasarkan peraturan pemerintah No 19 pasal 64 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP).


DAFTAR PUSTAKA

Ahiri, Jafar. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Unhalu Press: Kendari.

Aqib, Zaenal. 2007. Penelitian Tindakan Kelas bagi Pengembangan Profesi Guru. Bandung. Yama Widya.

Djahiri, Kosasi, Ahmad. 1985. Strategi Pembelajaran Afektif-Nilai Moral VCT dan Games dalam VCT. Bandung: Gramedia.

http://www.lintasberita.com/dunia/berita-dunia/pengertian-hasil-belajar-siswa. 5-06-2010

http://search-conduit.com.pengertian+strategi. 5-06-2010

http://www.studygs.net/indon/metacog.htm. 5-06-2010

Hamalik, Oemar. 1999. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Satori, Djam’an dan Komariah, Aan. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Pophan, James, W. 1994. Bagiamana Mengajar Sistematis. Jogyakarta: Kanisisu.

Seifert, Kelvin. 2007. Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan. Jogyakarta: Irscod.

Sudirman. 1992. Ilmu Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. 2006. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : CV. Alfabeta.

Sukardi. 2008. Evaluasi Pendidikan; Prinsip dan Operasionalnya. Jakarat: Bumi Aksara.

Sukarto. 2010. Strategi Pembelajaran Afektif (nilai) (online). Terdapat; (http://suksesbersamasukarto.blogspot.com/2010/03/strategi-pembelajaran-afektif-nilai.html) 03 Juni 2010.