Cari

Kamis, 18 November 2010

Sejarah Pakaian Adat Tolaki

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pakaian berperan besar dalam menentukan citra seseorang. Lebih dari itu, pakaian adalah cerminan dari identitas, status, hierarki, gender, memiliki nilai simbolik, dan merupakan ekspresi cara hidup tertentu. Pakaian juga mencerminkan sejarah, hubungan kekuasaan, serta perbedaan dalam pandangan sosial, politik, dan religius. Dengan kata lain, pakaian adalah kulit sosial dan kebudayaan kita.
Seperti wilayah Indonesia lainnya, di Sulawesi Tenggara khususnya daerah Konawe dan Kolaka memiliki khasanah budaya khas. Kekhasannya tersebut diwujudkan dalam bentuk adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat, yang mengandung unsur-unsur budaya setempat. Unsur budaya tersebut memberi warna tersendiri kepada masyarakat pendukungnya sehingga membedakan dengan yang lain, unsur tersebut di antaranya adalah pakaian adat tradisional.

Pakaian adat tradisional daerah merupakan salah satu unsur kebudayaan yang tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan suatu suku bangsa. Pakaian adat tradisional ini dalam kehidupan yang nyata mempunyai berbagai fungsi yang sesuai dengan pesan-pesan nilai budaya yang terkandung di dalamnya, yang berkaitan pula dengan aspek-aspek lain dari kebudayaan seperti ekonomi, sosial, politik dan keagamaan. Berkenaan dengan pesan-pesan nilai budaya yang disampaikan, maka pemahamannya dapat dilakukan melalui berbagai simbol-simbol dalam ragam hias pakaian tradisional tersebut yang pada saat ini secara hipotesis sudah mulai dilupakan orang bahkan tidak lagi digemari oleh generasi penerus.
Suku Tolaki pada umumnya mengenal dua jenis pakaian. Jenis pakaian itu ialah pakaian sehari-hari dan pakaian upacara. Pakaian sehari-hari terdiri dari: (1) pakaian dirumah (2) pakaian kerja dan (3) pakaian bepergian. Pakaian upacara terdiri dari (1) pakaian upacara daur hidup (2) pakaian upacara keagamaan dan (3) pakaian upacara adat. Pakaian adat dilengkapi dengan perhiasan dan kelengkapan tradisional lainnya, kesatuan utuh antara busana dan perhiasan serta kelengkapannya menunjukan lengkapnya pakaian adat.
Seorang Raja (Mokole/Sangia, Bokeo, istilah lokal) atau Bangsawan (Anakia) di daerah sebagai pemimpin sebuah komunitas dengan wilayah tertentu, daerah Konawe dan Kolaka khususnya memiliki bentuk wujud bangunan yang berbeda dengan rumah rakyat biasa, begitu pula dengan busana pakaian bagi golongan Anakia harus berwarna tajam, misalnya warna merah tua, kuning keemasan, coklat, biru, hitam dan ungu, sedangkan rakyat biasa harus yang berwarna kurang tajam misalnya kuning muda atau putih.
Pakaian adat sebagai hasil karya seni manusia tentunya memiliki nilai estetika, karena manusia pada dasarnya memiliki kebutuhan menghias terhadap segala sesuatu yang dipakainya dan di tempat dimana ia tinggal, hasrat kreatif ini muncul dalam setiap periode dan peradaban. Pada manusia terdapat sifat yang dinamakan “horror vacut”, yaitu perasaan yang tidak dapat membiarkan tempat atau bidang kosong. Perasaan ini sangat kuat pada suku primitif.
Ragam hias tradisional yang dikenal oleh suku Tolaki, di antaranya: pinesowi (desain segi tiga), pineta’ulumbaku (desain daun pakis), sinolana (desain garis vertical-horizontal atau vertical-horizontal-silang), silapa omba (desain segi empat), tinaboriri (desain lingkaran), pinehuu (desain sudut), dan holunga (desain ikat).
Dewasa ini berkembang atau muncul macam-macam pakaian adat seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga model pakaian adat tolaki sudah tidak nampak lagi baik itu yang menggambarkan status sosial pemakainya maupun motif-motifnya dan apakah pakaian adat yang ada sekarang sesuai dengan kenyataan atau fakta masa lalu.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu untuk mengkaji sejarah atau perkembagan pakaian adat suku tolaki yang secara turun-temurun telah menjadi identitas dan kembanggaan bagi masyarakat di daerah Konawe dan Kolaka dengan harapan bahwa dengan adanya tulisan ini, kiranya dapat menjadi bahan informasi bagi masyarkat luas, serta sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam upaya melestarikan warisan budaya lokal.



DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik. (2005). Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta: Gadja Mada University

Aswati. (2008). Sejarah Lokal Sultra (daerah Kendari dan Kolaka). Hand Out Prodi Sejarah FKIP UNHALU Kendari.

Chalik, Husein A. et. al. (1984/1985). Arti Lambang dan Fungsi Tata Rias Pengantin dalam Mananamkan nilai-nilai Budaya Provinsi Sulawesi Tenggara. Kendari: Bagian Proyek Inventarisasi dan Pemebinaan Nilai-Nilai Budaya Sulawesi Tenggara.

Chalik, Husein A. et. al. (1991/1992). Arti Lambang dan Fungsi Tata Rias Pengantin dalam Mananamkan nilai-nilai Budaya Provinsi Sulawesi Tenggara-Edisi II. Kendari: Bagian Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Sulawesi Tenggara.

Chalik, Husein A. et. al. (1992/1993). Pakaian Adat Tradisional Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara. Kendari: Bagian Proyek Penelitian Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Sulawesi Tenggara.

Hoop, van Der. (1949). Ragam-Ragam Perhiasan Indonesia. Batavia: Konklijk Genootsha van Kunsten En Wetenshappen.

Lauer, Robert H. (1993). Perspektif Tentanng Perubahan Sosial: Edisi Kedua. (Penerjemah Alimandan). Jakarta: Rineka Cipta

Liliweri, Alo. (2007). Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Melalatoa, M. Junus. (1997). Sistem Budaya Indonesia. (Kerja sama dengan FISIP UI). Jakarta: PT. Pamator

Melamba, Basrin. Rekonstruksi Emik dan Etik Sebuah Penelusuran Budaya Rumah Adat di Kota Kendari. (Seminar hasil penelitian Tgl. 19 Februari 2008 di Hotel Aden Kendari). Kerja sama Bappeda Kota Kendari.

Nordholt, Henk Schulte. (2005). Outward Appearances: Trend, Identitas, Kepentingan. (Penerjemah M. Imam Aziz). Yogyakarta: LKiS.

Pusat Bahasa Depdiknas. (2008). Tesaurus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Depdiknas

Pusat Bahasa Depdiknas. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas.

Sadilah, Emiliana. et. al. (1997/1998). Integrasi Nasional Suatu Pendekatan Budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Depdikbud Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sastrosupono, Suprihadi. (1982) Mengahampiri Kebudayaan. Bandung: Penerbit Alumni.

Sjamsuddin, Helius. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Sulaiman, Abdul Rauf . (1990). Ragam Hias Sulawesi Tenggara: suatu studi pada museum Sulawesi tenggara. (Laporan Penelitian). Kendari: Balai Penelitian UNHALU.

Tarimana, Abdurrauf. (1989). Kebudayaan Tolaki. Jakarta: Balai Pustaka
Wibowo, H.J. et. al. (1990). Pakaian adat Tradisional Daeraha Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Depdikbud

Widagdho, Djoko. et. al. (1994). Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Internet:
- http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_antropologi/bab4-dinamika_kebudayaan.pdf, 30-10-2010

- http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_antropologi/bab2kebudayaan.pdf, 30-10-2010

- http://www.scribd.com/doc/24005257/Pengertian-pakaian-makalah, 30-10-2010

- http://guruvalah.20m.com/modul1_pengertian_kebudayaan_seni.pdf, 30-10-2010

- http://antariksaarticle.blogspot.com/2010/04/tipologi-ragam-hias-bangunanornamen.html, 30-10-2010


PENULIS: PEPIYANTO
PROPOSAL INI TELAH DI SEMINARKAN PADA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FKIP UNHALU GUNA DI TELITI LEBIH LANJUT