Pada zaman global sekarang, pendidikan merupakan sesuatu yang penting. Karena pendidikan merupakan akar dari peradaban sebuah bangsa. Pendidikan sekarang telah menjadi kebutuhan pokok yang harus dimiliki setiap orang agar bisa menjawab tantangan kehidupan.Untuk memperoleh pendidikan, banyak cara yang dapat kita capai. Diantaranya melalui perpustakaan. Karena di perpustakaan berbagai sumber informasi bisa kita peroleh. Didalam perpustakaan terdapat harta yang tersimpan dalam wujud karya-karya sastra, buah pikiran, filsafat, teknologi, pristiwa-pristiwa besar sejarah umat manusia, dan ilmu pengetahuan lainnya. Semua itu dapat dipelajari, dihayati, dan diungkapkan kembali pada masa sekarang melalui penelitian dan pengembangan. Dalam sumber bacaan berupa bahan pustaka dan ilmu pengetahuan yang disimpan di perpustakaan. Disamping itu juga Perpustakaan merupakan rujukan dan pangkal berpijak kita sekarang untuk mempersiapkan dan merencanakan, dan melaksanakan segala sesuatu. Proses tersebut kemudian melangkah ke masa depan untuk mewujudkan kehidupan yang makin baik, maju dan sejahtera. Dalam kehidupan yang serba modern dan serba cepat dewasa ini semua orang membutuhkan informasi sebagai sesuatu yang sangat penting dan strategis.
Sejalan dengan uraian diatas perpustakaan pada prinsipnya mempunyai tiga kegiatan pokok yakni pertama, mengumpulkan (to collect) semua imformasi yang sesuai dengan bidang kegiatan dan misi organisasi dan masyarakat yang dilayaninya. Kedua, melestarikan, memelihara, dan merawat seluruh koleksi perpustakaan, agar tetap dalam keadaan baik, utuh, layak pakai, dan tidak lekas rusak, baik karna pemakaian maupun karna usianya (to preserve). Ketiga, menyediakan dan menyajikan imformasi untuk siap dipergunakan dan diberdayakan (to make available) seluruh koleksi yang dihimpun di perpustakaan untuk dipergunakan pemakainya, (Sutarno NS. 2006:1).
Berdasarkan rumusan diatas menggambarkan kepada kita bahwa perpustakaan mempunyai kedudukan dan peran yang sangat vital untuk melayankan sumber informasi kepada lembaga induk khususnya dan masyarakat akademik pada umumnya. Sehubungan dengan itu maka pemerintah mensyaratkan bahwa setiap penyelenggaraan perguruan tinggi harus memiliki perpustakaan, sebagaimana tercantum dalam Undang-undang No 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 55 menyebutkan bahwa salah satu syarat untuk menyelenggarakan Perguruan Tinggi harus memiliki Perpustakaan.
Sehubungan dengan itu dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0103/o/1981 menyatakan perpustakaan perguruan tinggi berfungsi sebagai pusat kegiatan belajar-mengajar, pusat penelitian dan pusat informasi bagi pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi. Sehingga Dalam kehidupan kampus (perguruan tinggi), perpustakaan sering dianggap sebagai, jantungnya universitas (the heart of university), maka keberadaannya harus mampu dan selalu berdiri didepan dari segala perubahan-perubahan yang terjadi didalam dunia pendidikan. Disamping itu perpustakaan perguruan tinggi sering juga disebut dengan “research library” atau perpustakaan penelitian karna memang fungsinya utamanya untuk sarana penelitian dan meneliti merupakan salah satu kegiatan utama di perguruan tinggi. Sebagai perpustakaan penelitian maka koleksinya disesuaikan dengan seluruh fakultas, jurusan, dan program serta mata kuliah yang ada, baik berupa buku-buku, majalah, jurnal ilmiah, maupun bahan pustaka lainnya. Maka disinilah di butuhkan peran seorang pemimpin perpustakaan Universitas yang memiliki pengetahuan luas mengenai tata kelola sebuah perpustakaan untuk meningkatkan kualitas pencapaian program-program perpustakaan perguruan tinggi.
Perpustakaan Universitas Haluoleo sebagaimana yang ada dan berkembang seiring dengan keberadaan lembaga induknya yakni Universitas Haluoleo, telah dipergunakan sebagai salah satu pusat informasi, sumber ilmu pengetahuan, penelitian, rekreasi, pelestarian khasanah budaya bangsa, serta memberikan berbagai layanan jasa lainnya kepada masyarakat perguruan tinggi yang terdiri atas para staf pengajar (dosen), mahasiswa, peneliti dan mereka yang terlibat didalam kegiatan akademik (civitas akademika). Hal tersebut terus berproses secara alamiah menujuh kepada suatu kondisi dan tingkat yang signifikan.
Atas dasar pemikirin di atas menarik perhatian saya untuk melakukan penelitian tentang “Perpustakaan Universitas Haluoleo” dari tahun 1994 sampai 2011.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pemikiran diatas. Maka peneliti merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimana proses berdirinya perpustakaan Universitas Haluoleo (Unhalu)?
b. Bagaimana perkembangan perpustakaan Unhalu dari tahun 1994-2011?
c. Bagaimana peranan perpustakaan Unhalu sebagai salah satu pusat informasi di lingkungan kampus Unhalu?
2. Batasan Masalah
Untuk mengfokuskan arah penelitian ini, peneliti memberi batasan permasalahan sebagai berikut:
a. Temporal pada peneltian ini mengambil kurun waktu tahun 1994 sampai tahun 2011. Mengambil tahun 1994 karna perpustakaan Unhalu diresmikan pada tahun tersebut, sedangkan tahun 2011 merupakan tahun terakhir penelitian.
b. Spasial dalam penelitian ini akan difokuskan pada perpustakaan Unhalu bertempat kampus Hijau Bumi Tridharma Anduonohu.
c. Tematis dari penelitian ini adalah proses berdirinya perpustakaan Unhalu dan perkembangannya serta peranannya dalam membantu pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi di Unhalu
C. Tujuan dan Mamfaat Peneltian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui proses berdirinya perpustakaan Unhalu.
b. Untuk mengetahui perkembangan perpustakaan Unhalu dari tahun 1994-2011.
c. Untuk mengetahi bagaimana peranan perpustakaan Unhalu sebagai salah satu pusat informasi di lingkungan kampus unhalu.
2. Manfaat penelitian.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
a. Sebagai masukan untuk pemerintah daerah guna mengetahui proses berdirinya perpustakaan Unhalu, perkembangannya, serta peranannya sebagai salah satu pusat informasi di lingkungan kampus.
b. Bagi insan/akademik, diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam penelitian selanjutnya terutama yang berhubungan dengan keberadaan perpustakan Unhalu.
c. Sebagai salah satu sumbangan peneliti terhadap ilmu pengetahuan sejarah, khususnya sejarah perpustakaan Unhalu.
D. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah menurut Nugroho Notosusanto, dengan prosedur kerja sebagai berikut:
1. Mencari jejak masa lampau
2. Menelit jejak secara kritis
3. Berdasarkan informasi yang diperoleh jejak itu, berusaha membayangkan
bagaimana bentuk masa lampau itu.
4. Menyampaikan hasil rekonstruksi imajinatif dari masa lampau itu, sehingga
dengan jejak maupun dengan imajinasi.
Berdasarkan prosedur kerja tersebut, maka langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut:
1. Heuristik (Pengumpulan Data)
Dalam kegiatan pengumpulan data, penulis melakukan penelitian sebagai berikut:
a. Penelitian kepustakaan yaitu mengkaji beberapa literatur atau buku-buku yang ada hubungannya dengan kajian penelitian ini.
b. Penelitian lapangan, yakni meneliti secara langsung dilapangan dengan menghimpun data dan informasi yang berkaitan erat dengan kajian penelitian ini.
Penelitian ini, menggunakan teknik sebagai berikut:
1). Obserpasi yaitu melakukan pengamatan langsung ke lokasi penelitian, untuk
mengetahui kondisi dan keadaan perpustakaan Universitas Haluoleo.
2). Wawancara yaitu melakukan tanya jawab dengan para informan yang dianggap
banyak mengetahui dan banyak menyaksikan proses perkembangan perpustakaan
Universitas Haluoleo.
3). Studi dokumen yakni melakukan pengkajian terhadap dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan perpustakaan universitas haluoleo. Dokumen yang dimaksud
adalah berupa surat keputusan rektor serta data yang tersimpan di kantor
administrasi perpustakaan.
2. teknik Analis Data
Untuk mendapatkan data-data yang benar-benar obyektif, maka peneliti melakukan kritik data terhadap data-data yang telah terkumpul dengan cara sebagai berikut:
a. Kritik ekstern yaitu kritik yang dilakukan untuk mengetahui asli atau tidaknya data yang di dapatkan. Dalam hal ini dilakukan analisis terhadap keautentikan suatu sumber dengan jalan meneliti sifat-sifat luarnya.
b. Kritik intern yaitu merupakan kelanjutan dari kritik ekstern yang bertujuan
untuk mengetahui kredibilitas dan reliabilitas dari data tersebut atau mengkritik sifat-sifat dalam dari sebuah sumber apakah dapat dipercaya atau tidak. Kemudian membangdikannya dengan sumber-sumber lainnya.
3. Interpretasi Data
Pada tahap ini peneliti akan berusaha memberikan penafsiran pada data yang telah lolos dari seleksi. Pada tahap ini keaslian dan kebenaran sumber data dihubung-hubungkan antara data yang satu dengan data yang lainya sehingga mendapatkan suata fakta sejarah yang dapat dipercaya kebenarannya, selanjutnya fakta-fakta tersebut disusun secara sistematis. Menurut urutan waktu kejadiannya sehingga menjadi sebuah karya tulis ilmiah.
4, Historiografi
Penyusunan adalah merupakan tahap yang paling akhir dari setiap penelitian sejarah, yaitu menyusun kisah sejarah berdasarkan fakta-fakta dan data yang berhasil dikumpulkan dan telah lolos dari seleksi dan telah melalui tahap penafsiran sehingga menjadi sebuah karya tulis ilmiah.
E. Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, yang bersumber dari:
1. Data lisan diperoleh langsung dilapangan dengan teknik observasi dan wawancara
dengan pegawai perpustakaan Universitas Haluoleo yang masih aktif maupun dosen yang mengetahui keberadaan perpustakaan Unhalu.
2. Data tertulis diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis yang menjadi arsip di kantor
admistrasi perpustakaan Unhalu, dan dokumen-dokumen pihak lain yang memuat informasi tentang perpustakaan Unhalu. Dan pihak-pihak lain yang dimaksud adalah pihak rektorat sebagai lembagai induk.
F. Kajian Pustaka
1. Lintasan Sejarah Perpustakaan di Indonesia
Sejarah perpustakaan di Indonesia tergolong masih muda jika dibandingkan dengan negara Eropa dan Arab. Jika kita mengambil pendapat bahwa sejarah perpustakaan ditandai dengan dikenalnya tulisan, maka sejarah perpustakaan di Indonesia dapat dimulai pada tahun 400-an yaitu saat lingga batu dengan tulisan Pallawa ditemukan dari periode Kerajaan Kutai. Musafir Fa-Hsien dari tahun 414, menyatakan bahwa di kerajaan Ye-po-ti, yang sebenarnya kerajaan Tarumanegara banyak dijumpai kaum Brahmana yang tentunya memerlukan buku atau manuskrip keagamaan yang mungkin disimpan di kediaman pendeta. Pada sekitar tahun 695 M, menurut musafir I-tsing dari Cina, di Ibukota Kerajaan Sriwijaya hidup lebih dari 1000 orang biksu dengan tugas keagamaan dan mempelajari agama Budha melalui berbagai buku yang tentu saja disimpan di berbagai biara. Di pulau Jawa, sejarah perpustakaan tersebut dimulai pada masa Kerajaan Mataram. Hal ini karena di kerajaan ini mulai dikenal pujangga keraton yang menulis berbagai karya sastra. Karya-karya tersebut seperti Sang Hyang Kamahayanikan yang memuat uraian tentang agama Budha Mahayana. Menyusul kemudian Sembilan parwa sari cerita Mahabharata dan satu kanda dari epos Ramayana. Juga muncul dua kitab keagamaan yaitu Brahmandapurana dan Agastyaparwa. Kitab lain yang terkenal adalah Arjuna Wiwaha yang diubah oleh Mpu Kanwa. Dari uraian tersebut nyata bahwa sudah ada naskah yang ditulis tangan dalam media daun lontar yang diperuntukkan bagi pembaca kalangan sangat khusus yaitu kerajaan. Jaman Kerajaan Kediri dikenal beberapa pujangga dengan karya sastranya. Mereka itu adalah Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang bersama-sama menggubah kitab Bharatayudha. Selain itu Mpu panuluh juga menggubah kitab Hariwangsa dan kitab Gatotkacasrayya. Selain itu ada Mpu Monaguna dengan kitab Sumanasantaka dan Mpu Triguna dengan kitam Kresnayana. Semua kitab itu ditulis diatas daun lontar dengan jumlah yang sangat terbatas dan tetap berada dalam lingkungan keraton.
Periode berikutnya adalah Kerajaan Singosari. Pada periode ini tidak dihasilkan naskah terkenal. Kitab Pararaton yang terkenal itu diduga ditulis setelah keruntuhan kerajaan Singosari. Pada jaman Majapahit dihasilkan buku Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca. Sedangkan Mpu Tantular menulis buku Sutasoma. Pada jaman ini dihasilkan pula karya-karya lain seperti Kidung Harsawijaya, Kidung Ranggalawe, Sorandaka, dan Sundayana. Kegiatan penulisan dan penyimpanan naskah masih terus dilanjutkan oleh para raja dan sultan yang tersebar di Nusantara. Misalnya, jaman kerajaan Demak, Banten, Mataram, Surakarta Pakualaman, Mangkunegoro, Cirebon, Demak, Banten, Melayu, Jambi, Mempawah, Makassar, Maluku, dan Sumbawa. Dari Cerebon diketahui dihasilkan puluhan buku yang ditulis sekitar abad ke-16 dan ke-17. Buku-buku tersebut adalah Pustaka Rajya-rajya & Bumi Nusantara (25 jilid), Pustaka Praratwan (10 jilid), Pustaka Nagarakretabhumi (12 jilid), Purwwaka Samatabhuwana (17 jilid), Naskah hukum (2 jilid), Usadha (15 jilid), Naskah Masasastra (42 jilid), Usana (24 jilid), Kidung (18 jilid), Pustaka prasasti (35 jilid), Serat Nitrasamaya pantara ning raja-raja (18 jilid), Carita sang Waliya (20 jilid), dan lain lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Cirebon merupakan salah satu pusat perbukuan pada masanya. Seperti pada masa-masa sebelumnya buku-buku tersebut disimpan di istana.
Kedatangan bangsa Barat pada abad ke-16 membawa budaya tersendiri. Perpustakaan mulai didirikan mula-mula untuk tujuan menunjang program penyebaran agama mereka. Perpustakaan paling awal berdiri pada masa ini adalah pada masa VOC (Vereenigde Oost Indische Compaqnie) yaitu perpustakaan gereja di Batavia (Jakarta) yang dibangun sejak 1624. Namun karena beberapa kesulitan perpustakaan ini baru diresmikan pada 27 April 1643 dengan penunjukan pustakawan bernama Ds. (Dominus) Abraham Fierenius. Pada masa inilah perpustakaan tidak lagi diperuntukkan bagi keluarga kerajaan saja, namun mulai dinikmati oleh masyarakat umum. Perpustakaan meminjamkan buku untuk perawat rumah sakit Batavia, bahkan peminjaman buku diperluas sampai ke Semarang dan Juana (Jawa Tengah). Jadi pada abad ke-17 Indonesia sudah mengenal perluasan jasa perpustakaan (kini layanan seperti ini disebut dengan pinjam antar perpustakaan atau interlibrary loan). Lebih dari seratus tahun kemudian berdiri perpustakaan khusus di Batavia. Pada tanggal 25 April 1778 berdiri Bataviaasche Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW) di Batavia. Pendirian perpustakaan BGKW tersebut diprakarsai oleh Mr. J.C.M. Rademaker, ketua Raad van Indie (Dewan Hindia Belanda). Ia memprakarsai pengumpulan buku dan manuskrip untuk koleksi perpustakaannya. Perpustakaan ini kemudian mengeluarkan katalog buku yang pertama di Indonesia yaitu pada tahun 1846 dengan judul Bibliotecae Artiumcientiaerumquae Batavia Florest Catalogue Systematicus hasil suntingan P. Bleeker. Edisi kedua terbit dalam bahasa Belanda pada tahun 1848. Perpustakaan ini aktif dalam pertukaran bahan perpustakaan. Penerbitan yang digunakan sebagai bahan pertukaran adalah Tijdschrift voor Indische Taal-Land-en Volkenkunde, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschapn van Kunsten en Wetenschappen, Jaarboek serta Werken buiten de Serie. Karena prestasinya yang luar biasa dalam meningkatkan ilmu dan kebudayaan, maka namanya ditambah menjadi Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Nama ini kemudian berubah menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia pada tahun 1950. Pada tahun 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia dan namanyapun diubah menjadi Museum Pusat. Koleksi perpustakaannya menjadi bagian dari Museum Pusat dan dikenal dengan Perpustakaan Museum Pusat. Nama Museum Pusat ini kemudian berubah lagi menjadi Museum Nasional, sedangkan perpustakaannya dikenal dengan Perpustakaan Museum Nasional. Pada tahun 1980 Perpustakaan Museum Nasional dilebur ke Pusat Pembinaan Perpustakaan. Perubahan terjadi lagi pada tahun 1989 ketika Pusat Pembinaan Perpustakaan dilebur sebagai bagian dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Sesudah pembangunan BKGW, berdirilah perpustakaan khusus lainnya seiring dengan berdirinya berbagai lembaga penelitian maupun lembaga pemerintahan lainnya.
Setelah periode tanam paksa, pemerintah Hindia Belanda menjalankan politik etis untuk membalas ”utang” kepada rakyat Indonesia. Salah satu kegiatan politik etis adalah pembangunan sekolah rakyat (SR). Dalam bidang perpustakaan sekolah, pemerintah Hindia Belanda mendirikan Volksbibliotheek atau terjemahan dari perpustakaan rakyat, namun pengertiannya berbeda dengan pengertian perpustakaan umum. Volksbibliotheek artinya perpustakaan yang didirikan oleh Volkslectuur (kelak berubah menjadi Balai Pustaka), sedangkan pengelolaannya diserahkan kepada Volkschool atau sekolah rakyat, yang menerima tamatan sekolah rendah tingkat dua. Perpustakaan ini melayani murid dan guru serta menyediakan bahan bacaan bagi rakyat setempat. Murid tidak dipungut bayaran, sedangkan masyarakat umum dipungut bayaran untuk setiap buku yang dipinjamnya. Pada tahun 1916 didirikan Nederlandsche Volksblibliotheken yang digabungkan dalam Hollands Inlandsche School (H.I.S). H.I.S. merupakan sejenis sekolah lanjutan dengan bahasa pengantar Bahasa Belanda. Tujuan Nederlandsche Volksblibliotheken adalah untuk memenuhi keperluan bacaan para guru dan murid. Di Batavia tercatat beberapa sekolah swasta, diantaranya sekolah milik Tiong Hoa, yang memiliki perpustakaan. Sekolah tersebut menerima bantuan buku dari Commercial Press (Shanghai) dan Chung Hua Book Co. (Shanghai). Sebenarnya sebelum pemerintah Hindia Belanda mendirikan perpustakaan sekolah, pihak swasta terlebih dahulu mendirikan perpustakaan yang mirip dengan pengertian perpustakaan umum dewasa ini. Pada tahun awal tahun 1910 berdiri Openbare leeszalen. Istilah ini mungkin dapat diterjemahkan dengan istilah ruang baca umum.
Pada jaman Hindia Belanda juga berkembang sejenis perpustakaan komersial yang dikenal dengan nama Huurbibliotheek atau perpustakaan sewa. Perpustakaan sewa adalah perpustakaan yang meminjamkan buku kepada pemakainya dengan memungut uang sewa. Pada saat itu tejadi persaingan antara Volksbibliotheek dengan Huurbibliotheek. Sungguhpun demikian dalam prakteknya terdapat perbedaan bahan bacaan yang disediakan. Volksbibliotheek lebih banyak menyediakan bahan bacaan populer ilmiah, maka perpustakaan Huurbibliotheek lebih banyak menyediakan bahan bacaan berupa roman dalam bahasa Belanda, Inggris, Perancis, buku remaja serta bacaan gadis remaja. Disamping penyewaan buku terdapat penyewaan naskah. Naskah disewakan pada umumnya dengan biaya tertentu dengan disertai permohonan kepada pembacanya supaya menangani naskah dengan baik. Disamping perpustakaan yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda, tercatat juga perpustakaan yang didirikan oleh orang Indonesia. Pihak Keraton Mangkunegoro mendirikan perpustakaan keraton sedangkan keraton Yogyakarta mendirikan Radyo Pustoko. Sebagian besar koleksinya adalah naskah kuno. Koleksi perpustakaan ini tidak dipinjamkan, namun boleh dibaca di tempat.
Pada masa penjajahan Jepang hampir tidak ada perkembangan perpustakaan yang berarti. Jepang hanya mengamankan beberapa gedung penting diantaranya Bataviaasch Genootschap van Kunten Weetenschappen. Selama pendudukan Jepang openbare leeszalen ditutup. Volkbibliotheek dijarah oleh rakyat dan lenyap dari permukaan bumi. Karena pengamanan yang kuat pada gedung Bataviaasch Genootschap van Kunten Weetenschappen maka koleksi perpustakaan ini dapat dipertahankan, dan merupakan cikal bakal dari Perpustakaan Nasional.
Perkembangan pasca kemerdekaan mungkin dapat dimulai dari tahun 1950an yang ditandai dengan berdirinya perpustakaan baru. Pada tanggal 25 Agustus 1950 berdiri perpustakaan Yayasan Bung Hatta dengan koleksi yang menitikberatkan kepada pengelolaan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Indonesia. Tanggal 7 Juni 1952 perpustakaan Stichting voor culturele Samenwerking, suatu badan kerjasama kebudayaan antara pemerintah RI dengan pemerintah Negeri Belanda, diserahkan kepada pemerintah RI. Kemudian oleh Pemerintah RI diubah menjadi Perpustakaan Sejarah Politik dan Sosial. Dalam rangka usaha melakukan pemberantasan buta huruf di seluruh pelosok tanah air, telah didirikan Perpustakaan Rakyat yang bertugas membantu usaha Jawatan Pendidikan, melakukan usaha pemberantasan buta huruf tersebut. Pada periode ini juga lahir perpustakaan Negara yang berfungsi sebagai perpustakaan umum dan didirikan di Ibukota Propinsi. Perpustakaan Negara yang pertama didirikan di Yogyakarta pada tahun 1949, kemudian disusul Ambon (1952); Bandung (1953); Ujung Pandang (1954); Padang (1956); Palembang (1957); Jakarta (1958); Palangkaraya, Singaraja, Mataram, Medan, Pekanbaru dan Surabaya (1959). Setelah itu menyusul kemudian Perpustakaan Nagara di Banjarmasin (1960); Manado (1961); Kupang dan Samarinda (1964). Perpustakaan Negara ini dikembangkan secara lintas instansional oleh tiga instansi yaitu Biro Perpustakaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang membina secara teknis, Perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang membina secara administratif, dan Pemerintah Daerah Tingkat Propinsi yang memberikan fasilitas.
2. Terbentuknya Perpustakaan Perguruan Tinggi (PPT)
Keberadaan sebuah perpustakaan didalam suatu komunitas masyarakat menurut Sutarno NS (2006:67) karena hal-hal sebagai berikut: Pertama, adanya keinginan yang datang dari kalangan masyarakat luas untuk terselenggaranya perpustakaan, karna mereka membutuhkan. Kedua, adanya keinginan dari suatu organisasi, lembaga, atau pemimpin selaku penanggung jawab institusi tersebut untuk membangun perpustakaan. Ketiga, adanya kebutuhan yang dirasakan oleh kelompok masyarakat tertentu tentang pentingnya sebuah perpustakaan. Keempat, diperlukannya tenpat atau wadah yang bisa untuk menampung, mengelolah, memelihara dan memberdayakan berbagai hasil karya umat manusia dalam bentuk ilmu pengetahuan sejarah, penemuan, budaya dan lain sebagainya.
Bertitik tolak dari hal-hal tersebut diatas, maka keberadaan sebuah perpustakaan merupakan sesuatu yang tidak boleh tidak. Artinya bahwa perpustakaan harus ada dan dibangun ditengah-tengah masyarakat. Oleh karena setiap orang yang ingin maju dan berkembang, ingin menguasai banyak ilmu pengetahuan, mampuh menjelajah dunia dan mampu menembus waktu dapat dilakukan dengan membaca/belajar pada buku dan sumber informasi yang lain. Untuk dapat menemukan berbagai koleksi bahan pustaka, maka cara paling mudah dan murah dapat dilakukan setiap orang adalah berkunjung keperpustakaan. Karena Perpustakaan adalah fasilitas atau tempat menyediakan sarana bahan bacaan. Tujuan dari perpustakaan sendiri, khususnya perpustakaan perguruan tinggi adalah memberikan layanan informasi untuk kegiatan belajar, penelitian, dan pengabdian masyarakat dalam rangka melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. (Wiranto1997: dalam http://warintek08.wordpress.com/tes/ ).
Sehubungan dengan uraian di atas dalam Peraturan Pemerintah/PP No. 30 Tahun 1990 pasal 34 PPT sebagai unit pelaksana teknis merupakan salah satu unsur penunjang sebagai kelengkapan bagi pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, kedudukannya di luar lingkup fakultas dan bertanggungjawab langsung kepada rektor/ketua/direktur.
Di samping itu Salah satu unsur pendirian perpustakaan adalah Koleksi. Dalam UU no 43 tahun 2007 pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa Koleksi Perpustakaan adalah semua informasi dalam bentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam bentuk berbagai media yang mempunyai nilai pendidikan, yang dihimpun, diolah dan dilayankan. Selain itu koleksi perpustakaan juga dikatakan sebagai bahan pustaka yang dikumpulkan, diolah, dilayankan, disebarluaskan kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan informasinya ataupun disimpan sebagai deposit penerbitan yang telah diterbitkan sebagai koleksi preservasi untuk memudahkan dalam temu kembali terhadap informasi yang sewaktu-waktu dibutuhkan.
Adapun koleksi PPT diadakan melalui seleksi yang mengacu kepada kebutuhan program-program studi yang diselenggarakan dan diorganisasikan sedemikian rupa sehingga dapat menjamin efektivitas dan efisiensi layanan kepada kebutuhan sivitas akademika perguruan tinggi tersebut. Oleh karena itu pengadaan koleksi senantiasa disesuaikan dengan tujuan yaitu menunjang pelaksanaan program pendidikan, pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, sehingga pengadaan koleksi tidak hanya disajikan untuk kepentingan civitas academica saja melainkan juga untuk masyarakat luas yang memerlukannya.
3. Fungsi dan Tugas PPT
Dalam buku pedoman PPT disebutkan bahwa PPT merupakan unsur penunjang perguruan tinggi dalam kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Dalam rangka menunjang kegiatan tri darma tersebut, maka perpustakaan diberi beberapa fungsi Dan tugas.
a. Fungsi PPT
Berdasarkan standardisasi sebagai lembaga, fungsi perpustakaan adalah:
1). Lembaga pengelola sumber-sumber informasi.
2). Lembaga pelayanan dan pendayagunaan informasi.
3). Wahana rekreasi berbasis ilmu pengetahuan.
4). Lembaga pendukung pendidikan (pencerdas bangsa).
5). Lembaga pelestari hasanah budaya bangsa. (Standardisasi Perpustakaan Perguruan Tinggi/ Bambang Supriyo Utomo. Jakarta: BSN website:http:www.bsn.or.id. 2002.hal.1)
Dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0103/o/1981 menyatakan PPT berfungsi sebagai pusat kegiatan belajar-mengajar, pusat penelitian dan pusat informasi bagi pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi dan budaya serta peningkatan kebutuhan pemustaka maka fungsi PPT dapat dijabarkan lebih rinci sebagai berikut :
a). Studying Center, artinya bahwa perpustakaan merupakan pusat belajar maksudnya dapat dipakai untuk menunjang belajar (mendapatkan informasi sesuai dengan kebutuhan dalam jenjang pendidikan)
b). Learning Center, artinya berfungsi sebagai pusat pembelajaran (tidak hanya belajar) maksudnya bahwa keberadaan perpustakaan di fungsikan sebagai tempat untuk mendukung proses belajar dan mengajar. (Undang-undang No 2 Tahun 1989 Ps. 35: Perpustakaan harus ada di setiap satuan pendidikan yang merupakan sumber belajar).
c). Research Center, hal ini dimaksudkan bahwa perpustakaan dapat dipergunakan sebagai pusat informasi untuk mendapatkan bahan atau data atau nformasi untuk menunjang dalam melakukan penelitian.
d). Information Resources Center, maksudnya bahwa melalui perpustakaan segala macam dan jenis informasi dapat diperoleh karena fungsinya sebagai pusat sumber informasi.
e). Preservation of Knowledge center, bahwa fungsi perpustakaan juga sebagai pusat pelestari ilmu pengetahuan sebagai hasil karya dan tulisan bangsa yang disimpan baik sebagai koleksi deposit, local content atau grey literatur
f). Dissemination of Information Center, bahwa fungsi perpustakaan tidak hanya mengumpulkan, pengolah, melayankan atau melestarikan namun juga berfungsi dalam menyebarluaskan atau mempromosikan informasi.
g). Dissemination of Knowledge Center, bahwa disamping menyebarluaskan informasi perpustakaan juga berfungsi untuk menyebarluaskan pengetahuan (terutama untuk pengetahuan baru). ttp://yuni_yuven.blog.undip.ac.id/2010/01/06/perpustakaan-perguruan-tinggi- pedoman-pengelolaan-dan-standardisasi/
b. Tugas PPT
Secara umum tugas PPT adalah menyusun kebijakan dan melakukan tugas rutin untuk mengadakan, mengolah, dan merawat pustaka serta mendayagunakannya baik bagi civitas academia maupun masyarakat luar kampus.
Menurut Pedoman umum pengelolaan koleksi PPT, tugas PPT dapat di rinci sebagai berikut:
1) Mengikuti perkembangan kurikulum serta perkuliahan dan menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pengajaran atau proses pembelajaran.
2) Menyediakan pustaka yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam rangka studi.
3) Mengikuti perkembangan mengenai program-program penelitian yang diselenggarakan di lingkungan perguruan tinggi induknya dan berusaha menyediakan literatur ilmiah dan bahan lain yang diperlukan bagi peneliti.
4) Memutakhirkan koleksi dengan mengikuti terbitan-terbitan yang baru baik berupa tercetak maupun tidak tercetak.
5) Menyediakan fasilitas, yang memungkinkan pengguna mengakses perpustakaan lain maupun pangkalan-pangkalan data melalui jaringan lokal (intranet) maupun global (internet) dalam rangka pemenuhan kebutuhan informasi yang diperlukan.
Sumber: Jusman, Prodi Sejarah FKIP unhalu
Sejalan dengan uraian diatas perpustakaan pada prinsipnya mempunyai tiga kegiatan pokok yakni pertama, mengumpulkan (to collect) semua imformasi yang sesuai dengan bidang kegiatan dan misi organisasi dan masyarakat yang dilayaninya. Kedua, melestarikan, memelihara, dan merawat seluruh koleksi perpustakaan, agar tetap dalam keadaan baik, utuh, layak pakai, dan tidak lekas rusak, baik karna pemakaian maupun karna usianya (to preserve). Ketiga, menyediakan dan menyajikan imformasi untuk siap dipergunakan dan diberdayakan (to make available) seluruh koleksi yang dihimpun di perpustakaan untuk dipergunakan pemakainya, (Sutarno NS. 2006:1).
Berdasarkan rumusan diatas menggambarkan kepada kita bahwa perpustakaan mempunyai kedudukan dan peran yang sangat vital untuk melayankan sumber informasi kepada lembaga induk khususnya dan masyarakat akademik pada umumnya. Sehubungan dengan itu maka pemerintah mensyaratkan bahwa setiap penyelenggaraan perguruan tinggi harus memiliki perpustakaan, sebagaimana tercantum dalam Undang-undang No 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 55 menyebutkan bahwa salah satu syarat untuk menyelenggarakan Perguruan Tinggi harus memiliki Perpustakaan.
Sehubungan dengan itu dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0103/o/1981 menyatakan perpustakaan perguruan tinggi berfungsi sebagai pusat kegiatan belajar-mengajar, pusat penelitian dan pusat informasi bagi pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi. Sehingga Dalam kehidupan kampus (perguruan tinggi), perpustakaan sering dianggap sebagai, jantungnya universitas (the heart of university), maka keberadaannya harus mampu dan selalu berdiri didepan dari segala perubahan-perubahan yang terjadi didalam dunia pendidikan. Disamping itu perpustakaan perguruan tinggi sering juga disebut dengan “research library” atau perpustakaan penelitian karna memang fungsinya utamanya untuk sarana penelitian dan meneliti merupakan salah satu kegiatan utama di perguruan tinggi. Sebagai perpustakaan penelitian maka koleksinya disesuaikan dengan seluruh fakultas, jurusan, dan program serta mata kuliah yang ada, baik berupa buku-buku, majalah, jurnal ilmiah, maupun bahan pustaka lainnya. Maka disinilah di butuhkan peran seorang pemimpin perpustakaan Universitas yang memiliki pengetahuan luas mengenai tata kelola sebuah perpustakaan untuk meningkatkan kualitas pencapaian program-program perpustakaan perguruan tinggi.
Perpustakaan Universitas Haluoleo sebagaimana yang ada dan berkembang seiring dengan keberadaan lembaga induknya yakni Universitas Haluoleo, telah dipergunakan sebagai salah satu pusat informasi, sumber ilmu pengetahuan, penelitian, rekreasi, pelestarian khasanah budaya bangsa, serta memberikan berbagai layanan jasa lainnya kepada masyarakat perguruan tinggi yang terdiri atas para staf pengajar (dosen), mahasiswa, peneliti dan mereka yang terlibat didalam kegiatan akademik (civitas akademika). Hal tersebut terus berproses secara alamiah menujuh kepada suatu kondisi dan tingkat yang signifikan.
Atas dasar pemikirin di atas menarik perhatian saya untuk melakukan penelitian tentang “Perpustakaan Universitas Haluoleo” dari tahun 1994 sampai 2011.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pemikiran diatas. Maka peneliti merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimana proses berdirinya perpustakaan Universitas Haluoleo (Unhalu)?
b. Bagaimana perkembangan perpustakaan Unhalu dari tahun 1994-2011?
c. Bagaimana peranan perpustakaan Unhalu sebagai salah satu pusat informasi di lingkungan kampus Unhalu?
2. Batasan Masalah
Untuk mengfokuskan arah penelitian ini, peneliti memberi batasan permasalahan sebagai berikut:
a. Temporal pada peneltian ini mengambil kurun waktu tahun 1994 sampai tahun 2011. Mengambil tahun 1994 karna perpustakaan Unhalu diresmikan pada tahun tersebut, sedangkan tahun 2011 merupakan tahun terakhir penelitian.
b. Spasial dalam penelitian ini akan difokuskan pada perpustakaan Unhalu bertempat kampus Hijau Bumi Tridharma Anduonohu.
c. Tematis dari penelitian ini adalah proses berdirinya perpustakaan Unhalu dan perkembangannya serta peranannya dalam membantu pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi di Unhalu
C. Tujuan dan Mamfaat Peneltian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui proses berdirinya perpustakaan Unhalu.
b. Untuk mengetahui perkembangan perpustakaan Unhalu dari tahun 1994-2011.
c. Untuk mengetahi bagaimana peranan perpustakaan Unhalu sebagai salah satu pusat informasi di lingkungan kampus unhalu.
2. Manfaat penelitian.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
a. Sebagai masukan untuk pemerintah daerah guna mengetahui proses berdirinya perpustakaan Unhalu, perkembangannya, serta peranannya sebagai salah satu pusat informasi di lingkungan kampus.
b. Bagi insan/akademik, diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam penelitian selanjutnya terutama yang berhubungan dengan keberadaan perpustakan Unhalu.
c. Sebagai salah satu sumbangan peneliti terhadap ilmu pengetahuan sejarah, khususnya sejarah perpustakaan Unhalu.
D. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah menurut Nugroho Notosusanto, dengan prosedur kerja sebagai berikut:
1. Mencari jejak masa lampau
2. Menelit jejak secara kritis
3. Berdasarkan informasi yang diperoleh jejak itu, berusaha membayangkan
bagaimana bentuk masa lampau itu.
4. Menyampaikan hasil rekonstruksi imajinatif dari masa lampau itu, sehingga
dengan jejak maupun dengan imajinasi.
Berdasarkan prosedur kerja tersebut, maka langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut:
1. Heuristik (Pengumpulan Data)
Dalam kegiatan pengumpulan data, penulis melakukan penelitian sebagai berikut:
a. Penelitian kepustakaan yaitu mengkaji beberapa literatur atau buku-buku yang ada hubungannya dengan kajian penelitian ini.
b. Penelitian lapangan, yakni meneliti secara langsung dilapangan dengan menghimpun data dan informasi yang berkaitan erat dengan kajian penelitian ini.
Penelitian ini, menggunakan teknik sebagai berikut:
1). Obserpasi yaitu melakukan pengamatan langsung ke lokasi penelitian, untuk
mengetahui kondisi dan keadaan perpustakaan Universitas Haluoleo.
2). Wawancara yaitu melakukan tanya jawab dengan para informan yang dianggap
banyak mengetahui dan banyak menyaksikan proses perkembangan perpustakaan
Universitas Haluoleo.
3). Studi dokumen yakni melakukan pengkajian terhadap dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan perpustakaan universitas haluoleo. Dokumen yang dimaksud
adalah berupa surat keputusan rektor serta data yang tersimpan di kantor
administrasi perpustakaan.
2. teknik Analis Data
Untuk mendapatkan data-data yang benar-benar obyektif, maka peneliti melakukan kritik data terhadap data-data yang telah terkumpul dengan cara sebagai berikut:
a. Kritik ekstern yaitu kritik yang dilakukan untuk mengetahui asli atau tidaknya data yang di dapatkan. Dalam hal ini dilakukan analisis terhadap keautentikan suatu sumber dengan jalan meneliti sifat-sifat luarnya.
b. Kritik intern yaitu merupakan kelanjutan dari kritik ekstern yang bertujuan
untuk mengetahui kredibilitas dan reliabilitas dari data tersebut atau mengkritik sifat-sifat dalam dari sebuah sumber apakah dapat dipercaya atau tidak. Kemudian membangdikannya dengan sumber-sumber lainnya.
3. Interpretasi Data
Pada tahap ini peneliti akan berusaha memberikan penafsiran pada data yang telah lolos dari seleksi. Pada tahap ini keaslian dan kebenaran sumber data dihubung-hubungkan antara data yang satu dengan data yang lainya sehingga mendapatkan suata fakta sejarah yang dapat dipercaya kebenarannya, selanjutnya fakta-fakta tersebut disusun secara sistematis. Menurut urutan waktu kejadiannya sehingga menjadi sebuah karya tulis ilmiah.
4, Historiografi
Penyusunan adalah merupakan tahap yang paling akhir dari setiap penelitian sejarah, yaitu menyusun kisah sejarah berdasarkan fakta-fakta dan data yang berhasil dikumpulkan dan telah lolos dari seleksi dan telah melalui tahap penafsiran sehingga menjadi sebuah karya tulis ilmiah.
E. Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, yang bersumber dari:
1. Data lisan diperoleh langsung dilapangan dengan teknik observasi dan wawancara
dengan pegawai perpustakaan Universitas Haluoleo yang masih aktif maupun dosen yang mengetahui keberadaan perpustakaan Unhalu.
2. Data tertulis diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis yang menjadi arsip di kantor
admistrasi perpustakaan Unhalu, dan dokumen-dokumen pihak lain yang memuat informasi tentang perpustakaan Unhalu. Dan pihak-pihak lain yang dimaksud adalah pihak rektorat sebagai lembagai induk.
F. Kajian Pustaka
1. Lintasan Sejarah Perpustakaan di Indonesia
Sejarah perpustakaan di Indonesia tergolong masih muda jika dibandingkan dengan negara Eropa dan Arab. Jika kita mengambil pendapat bahwa sejarah perpustakaan ditandai dengan dikenalnya tulisan, maka sejarah perpustakaan di Indonesia dapat dimulai pada tahun 400-an yaitu saat lingga batu dengan tulisan Pallawa ditemukan dari periode Kerajaan Kutai. Musafir Fa-Hsien dari tahun 414, menyatakan bahwa di kerajaan Ye-po-ti, yang sebenarnya kerajaan Tarumanegara banyak dijumpai kaum Brahmana yang tentunya memerlukan buku atau manuskrip keagamaan yang mungkin disimpan di kediaman pendeta. Pada sekitar tahun 695 M, menurut musafir I-tsing dari Cina, di Ibukota Kerajaan Sriwijaya hidup lebih dari 1000 orang biksu dengan tugas keagamaan dan mempelajari agama Budha melalui berbagai buku yang tentu saja disimpan di berbagai biara. Di pulau Jawa, sejarah perpustakaan tersebut dimulai pada masa Kerajaan Mataram. Hal ini karena di kerajaan ini mulai dikenal pujangga keraton yang menulis berbagai karya sastra. Karya-karya tersebut seperti Sang Hyang Kamahayanikan yang memuat uraian tentang agama Budha Mahayana. Menyusul kemudian Sembilan parwa sari cerita Mahabharata dan satu kanda dari epos Ramayana. Juga muncul dua kitab keagamaan yaitu Brahmandapurana dan Agastyaparwa. Kitab lain yang terkenal adalah Arjuna Wiwaha yang diubah oleh Mpu Kanwa. Dari uraian tersebut nyata bahwa sudah ada naskah yang ditulis tangan dalam media daun lontar yang diperuntukkan bagi pembaca kalangan sangat khusus yaitu kerajaan. Jaman Kerajaan Kediri dikenal beberapa pujangga dengan karya sastranya. Mereka itu adalah Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang bersama-sama menggubah kitab Bharatayudha. Selain itu Mpu panuluh juga menggubah kitab Hariwangsa dan kitab Gatotkacasrayya. Selain itu ada Mpu Monaguna dengan kitab Sumanasantaka dan Mpu Triguna dengan kitam Kresnayana. Semua kitab itu ditulis diatas daun lontar dengan jumlah yang sangat terbatas dan tetap berada dalam lingkungan keraton.
Periode berikutnya adalah Kerajaan Singosari. Pada periode ini tidak dihasilkan naskah terkenal. Kitab Pararaton yang terkenal itu diduga ditulis setelah keruntuhan kerajaan Singosari. Pada jaman Majapahit dihasilkan buku Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca. Sedangkan Mpu Tantular menulis buku Sutasoma. Pada jaman ini dihasilkan pula karya-karya lain seperti Kidung Harsawijaya, Kidung Ranggalawe, Sorandaka, dan Sundayana. Kegiatan penulisan dan penyimpanan naskah masih terus dilanjutkan oleh para raja dan sultan yang tersebar di Nusantara. Misalnya, jaman kerajaan Demak, Banten, Mataram, Surakarta Pakualaman, Mangkunegoro, Cirebon, Demak, Banten, Melayu, Jambi, Mempawah, Makassar, Maluku, dan Sumbawa. Dari Cerebon diketahui dihasilkan puluhan buku yang ditulis sekitar abad ke-16 dan ke-17. Buku-buku tersebut adalah Pustaka Rajya-rajya & Bumi Nusantara (25 jilid), Pustaka Praratwan (10 jilid), Pustaka Nagarakretabhumi (12 jilid), Purwwaka Samatabhuwana (17 jilid), Naskah hukum (2 jilid), Usadha (15 jilid), Naskah Masasastra (42 jilid), Usana (24 jilid), Kidung (18 jilid), Pustaka prasasti (35 jilid), Serat Nitrasamaya pantara ning raja-raja (18 jilid), Carita sang Waliya (20 jilid), dan lain lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Cirebon merupakan salah satu pusat perbukuan pada masanya. Seperti pada masa-masa sebelumnya buku-buku tersebut disimpan di istana.
Kedatangan bangsa Barat pada abad ke-16 membawa budaya tersendiri. Perpustakaan mulai didirikan mula-mula untuk tujuan menunjang program penyebaran agama mereka. Perpustakaan paling awal berdiri pada masa ini adalah pada masa VOC (Vereenigde Oost Indische Compaqnie) yaitu perpustakaan gereja di Batavia (Jakarta) yang dibangun sejak 1624. Namun karena beberapa kesulitan perpustakaan ini baru diresmikan pada 27 April 1643 dengan penunjukan pustakawan bernama Ds. (Dominus) Abraham Fierenius. Pada masa inilah perpustakaan tidak lagi diperuntukkan bagi keluarga kerajaan saja, namun mulai dinikmati oleh masyarakat umum. Perpustakaan meminjamkan buku untuk perawat rumah sakit Batavia, bahkan peminjaman buku diperluas sampai ke Semarang dan Juana (Jawa Tengah). Jadi pada abad ke-17 Indonesia sudah mengenal perluasan jasa perpustakaan (kini layanan seperti ini disebut dengan pinjam antar perpustakaan atau interlibrary loan). Lebih dari seratus tahun kemudian berdiri perpustakaan khusus di Batavia. Pada tanggal 25 April 1778 berdiri Bataviaasche Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW) di Batavia. Pendirian perpustakaan BGKW tersebut diprakarsai oleh Mr. J.C.M. Rademaker, ketua Raad van Indie (Dewan Hindia Belanda). Ia memprakarsai pengumpulan buku dan manuskrip untuk koleksi perpustakaannya. Perpustakaan ini kemudian mengeluarkan katalog buku yang pertama di Indonesia yaitu pada tahun 1846 dengan judul Bibliotecae Artiumcientiaerumquae Batavia Florest Catalogue Systematicus hasil suntingan P. Bleeker. Edisi kedua terbit dalam bahasa Belanda pada tahun 1848. Perpustakaan ini aktif dalam pertukaran bahan perpustakaan. Penerbitan yang digunakan sebagai bahan pertukaran adalah Tijdschrift voor Indische Taal-Land-en Volkenkunde, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschapn van Kunsten en Wetenschappen, Jaarboek serta Werken buiten de Serie. Karena prestasinya yang luar biasa dalam meningkatkan ilmu dan kebudayaan, maka namanya ditambah menjadi Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Nama ini kemudian berubah menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia pada tahun 1950. Pada tahun 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia dan namanyapun diubah menjadi Museum Pusat. Koleksi perpustakaannya menjadi bagian dari Museum Pusat dan dikenal dengan Perpustakaan Museum Pusat. Nama Museum Pusat ini kemudian berubah lagi menjadi Museum Nasional, sedangkan perpustakaannya dikenal dengan Perpustakaan Museum Nasional. Pada tahun 1980 Perpustakaan Museum Nasional dilebur ke Pusat Pembinaan Perpustakaan. Perubahan terjadi lagi pada tahun 1989 ketika Pusat Pembinaan Perpustakaan dilebur sebagai bagian dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Sesudah pembangunan BKGW, berdirilah perpustakaan khusus lainnya seiring dengan berdirinya berbagai lembaga penelitian maupun lembaga pemerintahan lainnya.
Setelah periode tanam paksa, pemerintah Hindia Belanda menjalankan politik etis untuk membalas ”utang” kepada rakyat Indonesia. Salah satu kegiatan politik etis adalah pembangunan sekolah rakyat (SR). Dalam bidang perpustakaan sekolah, pemerintah Hindia Belanda mendirikan Volksbibliotheek atau terjemahan dari perpustakaan rakyat, namun pengertiannya berbeda dengan pengertian perpustakaan umum. Volksbibliotheek artinya perpustakaan yang didirikan oleh Volkslectuur (kelak berubah menjadi Balai Pustaka), sedangkan pengelolaannya diserahkan kepada Volkschool atau sekolah rakyat, yang menerima tamatan sekolah rendah tingkat dua. Perpustakaan ini melayani murid dan guru serta menyediakan bahan bacaan bagi rakyat setempat. Murid tidak dipungut bayaran, sedangkan masyarakat umum dipungut bayaran untuk setiap buku yang dipinjamnya. Pada tahun 1916 didirikan Nederlandsche Volksblibliotheken yang digabungkan dalam Hollands Inlandsche School (H.I.S). H.I.S. merupakan sejenis sekolah lanjutan dengan bahasa pengantar Bahasa Belanda. Tujuan Nederlandsche Volksblibliotheken adalah untuk memenuhi keperluan bacaan para guru dan murid. Di Batavia tercatat beberapa sekolah swasta, diantaranya sekolah milik Tiong Hoa, yang memiliki perpustakaan. Sekolah tersebut menerima bantuan buku dari Commercial Press (Shanghai) dan Chung Hua Book Co. (Shanghai). Sebenarnya sebelum pemerintah Hindia Belanda mendirikan perpustakaan sekolah, pihak swasta terlebih dahulu mendirikan perpustakaan yang mirip dengan pengertian perpustakaan umum dewasa ini. Pada tahun awal tahun 1910 berdiri Openbare leeszalen. Istilah ini mungkin dapat diterjemahkan dengan istilah ruang baca umum.
Pada jaman Hindia Belanda juga berkembang sejenis perpustakaan komersial yang dikenal dengan nama Huurbibliotheek atau perpustakaan sewa. Perpustakaan sewa adalah perpustakaan yang meminjamkan buku kepada pemakainya dengan memungut uang sewa. Pada saat itu tejadi persaingan antara Volksbibliotheek dengan Huurbibliotheek. Sungguhpun demikian dalam prakteknya terdapat perbedaan bahan bacaan yang disediakan. Volksbibliotheek lebih banyak menyediakan bahan bacaan populer ilmiah, maka perpustakaan Huurbibliotheek lebih banyak menyediakan bahan bacaan berupa roman dalam bahasa Belanda, Inggris, Perancis, buku remaja serta bacaan gadis remaja. Disamping penyewaan buku terdapat penyewaan naskah. Naskah disewakan pada umumnya dengan biaya tertentu dengan disertai permohonan kepada pembacanya supaya menangani naskah dengan baik. Disamping perpustakaan yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda, tercatat juga perpustakaan yang didirikan oleh orang Indonesia. Pihak Keraton Mangkunegoro mendirikan perpustakaan keraton sedangkan keraton Yogyakarta mendirikan Radyo Pustoko. Sebagian besar koleksinya adalah naskah kuno. Koleksi perpustakaan ini tidak dipinjamkan, namun boleh dibaca di tempat.
Pada masa penjajahan Jepang hampir tidak ada perkembangan perpustakaan yang berarti. Jepang hanya mengamankan beberapa gedung penting diantaranya Bataviaasch Genootschap van Kunten Weetenschappen. Selama pendudukan Jepang openbare leeszalen ditutup. Volkbibliotheek dijarah oleh rakyat dan lenyap dari permukaan bumi. Karena pengamanan yang kuat pada gedung Bataviaasch Genootschap van Kunten Weetenschappen maka koleksi perpustakaan ini dapat dipertahankan, dan merupakan cikal bakal dari Perpustakaan Nasional.
Perkembangan pasca kemerdekaan mungkin dapat dimulai dari tahun 1950an yang ditandai dengan berdirinya perpustakaan baru. Pada tanggal 25 Agustus 1950 berdiri perpustakaan Yayasan Bung Hatta dengan koleksi yang menitikberatkan kepada pengelolaan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Indonesia. Tanggal 7 Juni 1952 perpustakaan Stichting voor culturele Samenwerking, suatu badan kerjasama kebudayaan antara pemerintah RI dengan pemerintah Negeri Belanda, diserahkan kepada pemerintah RI. Kemudian oleh Pemerintah RI diubah menjadi Perpustakaan Sejarah Politik dan Sosial. Dalam rangka usaha melakukan pemberantasan buta huruf di seluruh pelosok tanah air, telah didirikan Perpustakaan Rakyat yang bertugas membantu usaha Jawatan Pendidikan, melakukan usaha pemberantasan buta huruf tersebut. Pada periode ini juga lahir perpustakaan Negara yang berfungsi sebagai perpustakaan umum dan didirikan di Ibukota Propinsi. Perpustakaan Negara yang pertama didirikan di Yogyakarta pada tahun 1949, kemudian disusul Ambon (1952); Bandung (1953); Ujung Pandang (1954); Padang (1956); Palembang (1957); Jakarta (1958); Palangkaraya, Singaraja, Mataram, Medan, Pekanbaru dan Surabaya (1959). Setelah itu menyusul kemudian Perpustakaan Nagara di Banjarmasin (1960); Manado (1961); Kupang dan Samarinda (1964). Perpustakaan Negara ini dikembangkan secara lintas instansional oleh tiga instansi yaitu Biro Perpustakaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang membina secara teknis, Perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang membina secara administratif, dan Pemerintah Daerah Tingkat Propinsi yang memberikan fasilitas.
2. Terbentuknya Perpustakaan Perguruan Tinggi (PPT)
Keberadaan sebuah perpustakaan didalam suatu komunitas masyarakat menurut Sutarno NS (2006:67) karena hal-hal sebagai berikut: Pertama, adanya keinginan yang datang dari kalangan masyarakat luas untuk terselenggaranya perpustakaan, karna mereka membutuhkan. Kedua, adanya keinginan dari suatu organisasi, lembaga, atau pemimpin selaku penanggung jawab institusi tersebut untuk membangun perpustakaan. Ketiga, adanya kebutuhan yang dirasakan oleh kelompok masyarakat tertentu tentang pentingnya sebuah perpustakaan. Keempat, diperlukannya tenpat atau wadah yang bisa untuk menampung, mengelolah, memelihara dan memberdayakan berbagai hasil karya umat manusia dalam bentuk ilmu pengetahuan sejarah, penemuan, budaya dan lain sebagainya.
Bertitik tolak dari hal-hal tersebut diatas, maka keberadaan sebuah perpustakaan merupakan sesuatu yang tidak boleh tidak. Artinya bahwa perpustakaan harus ada dan dibangun ditengah-tengah masyarakat. Oleh karena setiap orang yang ingin maju dan berkembang, ingin menguasai banyak ilmu pengetahuan, mampuh menjelajah dunia dan mampu menembus waktu dapat dilakukan dengan membaca/belajar pada buku dan sumber informasi yang lain. Untuk dapat menemukan berbagai koleksi bahan pustaka, maka cara paling mudah dan murah dapat dilakukan setiap orang adalah berkunjung keperpustakaan. Karena Perpustakaan adalah fasilitas atau tempat menyediakan sarana bahan bacaan. Tujuan dari perpustakaan sendiri, khususnya perpustakaan perguruan tinggi adalah memberikan layanan informasi untuk kegiatan belajar, penelitian, dan pengabdian masyarakat dalam rangka melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. (Wiranto1997: dalam http://warintek08.wordpress.com/tes/ ).
Sehubungan dengan uraian di atas dalam Peraturan Pemerintah/PP No. 30 Tahun 1990 pasal 34 PPT sebagai unit pelaksana teknis merupakan salah satu unsur penunjang sebagai kelengkapan bagi pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, kedudukannya di luar lingkup fakultas dan bertanggungjawab langsung kepada rektor/ketua/direktur.
Di samping itu Salah satu unsur pendirian perpustakaan adalah Koleksi. Dalam UU no 43 tahun 2007 pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa Koleksi Perpustakaan adalah semua informasi dalam bentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam bentuk berbagai media yang mempunyai nilai pendidikan, yang dihimpun, diolah dan dilayankan. Selain itu koleksi perpustakaan juga dikatakan sebagai bahan pustaka yang dikumpulkan, diolah, dilayankan, disebarluaskan kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan informasinya ataupun disimpan sebagai deposit penerbitan yang telah diterbitkan sebagai koleksi preservasi untuk memudahkan dalam temu kembali terhadap informasi yang sewaktu-waktu dibutuhkan.
Adapun koleksi PPT diadakan melalui seleksi yang mengacu kepada kebutuhan program-program studi yang diselenggarakan dan diorganisasikan sedemikian rupa sehingga dapat menjamin efektivitas dan efisiensi layanan kepada kebutuhan sivitas akademika perguruan tinggi tersebut. Oleh karena itu pengadaan koleksi senantiasa disesuaikan dengan tujuan yaitu menunjang pelaksanaan program pendidikan, pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, sehingga pengadaan koleksi tidak hanya disajikan untuk kepentingan civitas academica saja melainkan juga untuk masyarakat luas yang memerlukannya.
3. Fungsi dan Tugas PPT
Dalam buku pedoman PPT disebutkan bahwa PPT merupakan unsur penunjang perguruan tinggi dalam kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Dalam rangka menunjang kegiatan tri darma tersebut, maka perpustakaan diberi beberapa fungsi Dan tugas.
a. Fungsi PPT
Berdasarkan standardisasi sebagai lembaga, fungsi perpustakaan adalah:
1). Lembaga pengelola sumber-sumber informasi.
2). Lembaga pelayanan dan pendayagunaan informasi.
3). Wahana rekreasi berbasis ilmu pengetahuan.
4). Lembaga pendukung pendidikan (pencerdas bangsa).
5). Lembaga pelestari hasanah budaya bangsa. (Standardisasi Perpustakaan Perguruan Tinggi/ Bambang Supriyo Utomo. Jakarta: BSN website:http:www.bsn.or.id. 2002.hal.1)
Dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0103/o/1981 menyatakan PPT berfungsi sebagai pusat kegiatan belajar-mengajar, pusat penelitian dan pusat informasi bagi pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi dan budaya serta peningkatan kebutuhan pemustaka maka fungsi PPT dapat dijabarkan lebih rinci sebagai berikut :
a). Studying Center, artinya bahwa perpustakaan merupakan pusat belajar maksudnya dapat dipakai untuk menunjang belajar (mendapatkan informasi sesuai dengan kebutuhan dalam jenjang pendidikan)
b). Learning Center, artinya berfungsi sebagai pusat pembelajaran (tidak hanya belajar) maksudnya bahwa keberadaan perpustakaan di fungsikan sebagai tempat untuk mendukung proses belajar dan mengajar. (Undang-undang No 2 Tahun 1989 Ps. 35: Perpustakaan harus ada di setiap satuan pendidikan yang merupakan sumber belajar).
c). Research Center, hal ini dimaksudkan bahwa perpustakaan dapat dipergunakan sebagai pusat informasi untuk mendapatkan bahan atau data atau nformasi untuk menunjang dalam melakukan penelitian.
d). Information Resources Center, maksudnya bahwa melalui perpustakaan segala macam dan jenis informasi dapat diperoleh karena fungsinya sebagai pusat sumber informasi.
e). Preservation of Knowledge center, bahwa fungsi perpustakaan juga sebagai pusat pelestari ilmu pengetahuan sebagai hasil karya dan tulisan bangsa yang disimpan baik sebagai koleksi deposit, local content atau grey literatur
f). Dissemination of Information Center, bahwa fungsi perpustakaan tidak hanya mengumpulkan, pengolah, melayankan atau melestarikan namun juga berfungsi dalam menyebarluaskan atau mempromosikan informasi.
g). Dissemination of Knowledge Center, bahwa disamping menyebarluaskan informasi perpustakaan juga berfungsi untuk menyebarluaskan pengetahuan (terutama untuk pengetahuan baru). ttp://yuni_yuven.blog.undip.ac.id/2010/01/06/perpustakaan-perguruan-tinggi- pedoman-pengelolaan-dan-standardisasi/
b. Tugas PPT
Secara umum tugas PPT adalah menyusun kebijakan dan melakukan tugas rutin untuk mengadakan, mengolah, dan merawat pustaka serta mendayagunakannya baik bagi civitas academia maupun masyarakat luar kampus.
Menurut Pedoman umum pengelolaan koleksi PPT, tugas PPT dapat di rinci sebagai berikut:
1) Mengikuti perkembangan kurikulum serta perkuliahan dan menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pengajaran atau proses pembelajaran.
2) Menyediakan pustaka yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam rangka studi.
3) Mengikuti perkembangan mengenai program-program penelitian yang diselenggarakan di lingkungan perguruan tinggi induknya dan berusaha menyediakan literatur ilmiah dan bahan lain yang diperlukan bagi peneliti.
4) Memutakhirkan koleksi dengan mengikuti terbitan-terbitan yang baru baik berupa tercetak maupun tidak tercetak.
5) Menyediakan fasilitas, yang memungkinkan pengguna mengakses perpustakaan lain maupun pangkalan-pangkalan data melalui jaringan lokal (intranet) maupun global (internet) dalam rangka pemenuhan kebutuhan informasi yang diperlukan.
Sumber: Jusman, Prodi Sejarah FKIP unhalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar