Menurut Prof. Drs. Rustam E. Tamburaka, M.A. (1989), bila dilihat dari ciri-ciri antropologisnya baik Chepaliks index, mata, rambut, maupun warna kulit, suku Tolaki memiliki kesamaan dengan ras Mongoloid. Diduga berasal dari Asia Timur, mungkin dari Jepang dan kemudian disebarkan keselatan melalui kepulauan Riukyu, Taiwan, Philipina. Ada juga yang mengatakan bahwa perpindahan pertama berasal dari Yunan (RRC) ke selatan Philipina, Sulawesi Utara ke pesisir timur Halmahera. Pada saat memasuki daratan Sulawesi Tenggara masuk melalui muara sungai Lasolo dan Konawe yang dinamakan Andolaki.
Namun ada juga yang berpendapat lain yang mengatakan bahwa: ‘pemusatan penduduk di sulawesi bagian tiur adalah di daerah danau Matana, Mahalona dan Towuti. Dan ada juga yang mengatakan bahwa gelombang penyebaran penduduk di Sulawesi Tengah, timur dan Tenggara adalah sekita danau Matana” (Monografi, 1976).
Dr. Albert C. Kruyt (orang Belanda) mengemukakan bahwa: suku Tolaki mempunyai pertalian erat dengan suku-suku Malili di daerah Mori, hampir pasti bahwa perpindahannya dari utara menuju ke selatan menempati dan menduduki tempat sekarang ini dengan menyusuri sungai lasolo yang dalam sumbernya terdapat danau Towuti. (Lakebo, 1986)
Secara umum penyebaran penduduk di nusantara ini menurut para ahli bahwa datang secara bergelombang dari Gobi, Yunan dan Indo China melalui semenanjung Malaka, seterusnya menyebar ke daerah selatan dan timur yang di antaranya telah membawa beberapa suku bangsa yang mendiami Sulawesi.
Sebelum kedatangan mereka di Sulawesi, telah di dapatkan penduduk antara lain: Tokira, Towuna, Toala, dan Towana. Diduga bahwa bagian suku-suku bangsa yang merupakan unsur proto Melayu ialah orang-orang Katobengke di Muna dan orang Moronene, orang Toaere di daratan Sulawesi Tenggara (Monografi, 1976).
Tradisi orang Tolaki memberi petunjuk bahwa penghuni pertama daratan Sulawesi Tenggara adalah Toono Peiku (ndoka) yang hidup dalam gua-gua dan makanannya adalah Sekam (Burnahuddin, 1973 : 53)
Orang Tolaki pada umumnya menamakan dirinya Tolahianga yang artinya orang dari langit, yaitu dari Cina. Kalau demikian istilah Hiu dalam bahasa Cina artinya langit dihubungkan dengan kata Heo (Oheo) bahasa Tolaki yang berarti terdampar atau ikut pergi ke langit (Tarimana, 1985).
Pendapat tersebut diatas erat kaitannya dengan cerita rakyat tentang Oheo, yang menceritakan bahwa nenek moyang orang Tolaki berasal dari pulau jawa yakni dari kaki gunung arjuna kemudian kawin dengan Anawai Ngguluri salah seorang dari tujuh gadis bidadari bersaudara dari langit (Asrul Tawulo, 1987).
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan diatas tentang asal usul dan persebaran orang Tolaki mendiami daratan Sulawesi Tenggara menceritakan tentang kedatangan penduduknya yang pertama menghuni daratan Sulawesi Tenggara,. Pemukiman pertama orang tolaki berada dihulu sungai Konaweeha yaitu rombongan yang melalui daerah mori dan bungku bagian timur laut sulawesi. Sedangkan rombongan lain melalui danau Towuti dan terus ke arah selatan. Kemudian kedua rombongan ini bertemu disuatu tempat yang disebut Rahambuu dan tinggal beberapa lama. Kemudian mereka terbagi dua, serombongan mengikuti lerenng gunung Watukila lalu membelok ke arah barat daya sehingga sampailah mereka disuatu tempat yang mereka namakan Lambo, Laloeha, dan Silea. Merekan inilah yang kemudian menakamakan diri orang Mekongga dan menempati wilayah Kolaka sekarang. Sedangkan yang serombongan lagi terus mengikuti kali Konaweeha dan tiba disuatu tempat yang dinamakan Andolaki, sampai mereka tiba disuatu tempat yang luas yang ditumbuhi alang-alang dan tempat ini mereka namakan Unaaha. Tempat ini kemudian menjadi pusat pemeritahan Kerajaan Konawe yang wilayahnya meliputi seluruh wilayah Kabupaten Kendari.
Dari padang alang-alang yang luas inilah suku tolaki berkembang biak dan menyebarkan wilayah pemukiman mereka dengan cara menempati daerah-daerah yang subut untuk berlandang, berburu, beternak dan selanjutnya rombongan ini menamakan diri sebagai orang tolaki konawe.
Lahirnya kerajaan Konawe dan Kerajaan Mekongga, masa perkembangan sampai masa keruntuhannya akan di bahas pada postingan saya selanjutnya....
Sumber:
Aswati. 2008. Sejarah Lokal Sulawesi Tenggara (Daerah Kendari dan Kolaka). Hand Out Program Studi Sejarah FKIP Unhalu Kendari.
mantap, sdh lama sy nyari artikel yg kontennya kaya gini tpi baru nemu.
BalasHapuscakep bro
http://donortekstual.blogspot.com/
Bgaimana mau dipercaya ini artikel kalau dari cara menulisnya saja sudah salah.. kedua, tolong resetnya itu yg jelas dong...? Dari mana itu suku katobengke..? Dimana bedanya anatara suku muna dan suku katobenhke...?
BalasHapusIni ada kekeliruan,tidak unsur kemiripan apalagi kesamaan ras,bahasa dan budaya dari Jawa,kalau Nias,China dan Japan ada banyak kesamaan ras,dialeg bahasa,dan budaya...
BalasHapusIni penulisnya belum cukup bukti yang ril yang kuat...
BalasHapusSeperti Tator Sulawesi Selatan ada kesamaan dialeg bahasa,budaya,dan ras dengan Batak.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus