Meskipun agama islam sudah masuk, tetap sampai Bokeo Teporambe meninggal dunia tidak masuk islam, sebagaimana dikemukakan beberapa sumber. Bokeo Teporambe kawin dengan Weheuka sehingga lahirlah Ponggokori, setelah ayahnya meninggal, maka nama anaknya diganti menjadi Lelemala. Setelah ayahnya Buburanda meninggal maka Lelemala menggantikan ayahnya menjadi Bokeo di Kerajaan Mekongga. Sekitar akhir abad ke XVI Lelemala memeluk agama islam yang dibawa oleh utusan dari sultan buton yang bernama La Embo.
Pada saat Lelemala memeluk islam beliau mengganti namanya menjadi Laduma, yang mempunyai arti La berarti laki-laki sedangkan Duma berarti Jum’at, dengan arti seorang laki-laki memeluk agama islam pada hari jum’at. Setelah Laduma meninggal dia diberi gelar Sangia Nibandera.
Pada masa pemerintahan Bokeo Laduma wilayah kekuasaan kerajaan mekongga semakin luas, sebab penduduk mekongga semakin banyak sehingga semakin banyak yang mendiami wilayah-wilayah kekuasaan kerajaan mekongga semakin luas ditambah dengan wilayah pemberian neneknya yakni tanah disebelah barat yang berbatasan dengan Teluk Bone dimulai dari Pasikala sampai Lapawawu/Tamboli.
Di masa pemerintahan Mekongga, agama islam sudah mulai berkembang dengan pesatnya, dimana beliau menerima utusan dari datu luwu yaitu opu daeng masaro yang datang ke mekongga dalam rangka mengajarkan dasar-dasar dan pandangan islam sekaligus mengislamkan Bokeo Laduma oleh Datu luwu. Setelah lama memeluk agama islam kerajaan mekongga semakin makmur sehingga mengherankan kalau pada saat beliau memerintah kerajaan mekongga mencapai puncak kejayaannya.
Bokeo Laduma berusaha menyebarkan islam ke seluruh pelosok kerajaan. Disamping itu beliau juga mendatangkan guru-guru agama dari kerajaan Luwu, bahkan diantara mereka banyak yang menikah dengan putri atau kerajaan sehingga semakin eratlah hubungan kedua kerajaan tersebut. Sehingga pada akhir abad ke-17 seluruh rakyat mekongga dinyatakan telah memeluk agama islam.
Disamping itu hubungan kerajaan mekongga dengan kerajaan-kerajaan tetangga semakin dipererat khususnya dengan kerajaan luwu. Hal ini terjadi ketika kerajaan mekongga membantu kerajaan luwu dalam perang melawan kerjaan soppeng. Dikisahkan bahwa pada waktu itu luwu tidak dapat mengalahkan soppeng sebaliknya soppeng hampir mengalahkan luwu. Disaat kebingungan datu luwu teringat akan kesaktian yang dimiliki Laduma. Datu Luwu lalu memohon kepada Mincarangapa dan mengundang Laduma untuk datang ke Luwu dalam rangka membantu luwu perang melawan soppeng. “atas bantuan kerajaan mekongga maka kerajaan luwu dapat memenangkan peperangan tersebut yang diperkirakan terjadi pada tahun 1679, dikala Lelemala (Laduma) berusia 59 tahun atau tepatnya 9 tahun beliau memerintah, dan sebagai tanda terima kasih serta penghargaannya kepada raja Laduma dan segenap rakyat mekongga maka datu luwu (datu alimuddin kemudian menyerahkan sebuah bendera Merah Putih Bertuliskan huruf-huruf al-qur’an, gambar bintang dan benda tajam (Munaser, 1994).
Setelah beliau kembali di mekongga maka diadakanlah doa syukuran dengan mengundang segenap rakyat dan aparat pemerintah, maka dikukuhkanlah Bokeo Laduma dengan gelar “Sangia Nibandera” yang berarti dewa yang diberi bendera dan bendera pembawa kemenangan. Dengan demikian semakin eratlah hubungan antara dua kerajaan sehingga seringkali orang mekongga mengucapkan bahwa Susano O luwu susano mekongga, artinya susahnya Luwu, maka susahnyajuga mekongga.
Guna menyebarkan agama islam, maka Bokeo Laduma mendatangkan guru-guru agama islam dari luwu, bone, gowa dan buton. Disamping ada juga banyak pedagang-pedagang dari keempat kerajaan tetangga yang keluar masuk kerajaan mekongga untuk berdagang sambil menyabarkan agama islam khususnya di daerah-daerah pesisir pantai.
Pengiriman guru-guru agama terus berlanjut. Meskipun Laduma sudah meninggal namun pengiriman guru-guru agama tetap berlanjut. Diantara guru agama tersebut ada yang kawin dengan keluarga raja-raja di mekongga diantaranya Opu Daeng Mapuji atau Opu Palinrungan. Matano Opu Daeng mapuji mempersunting putri Bokeo Robe yang bernama Wedasa.
Sumber:
Aswati. 2010. Sejarah Lokal Sultra (daerah Kendari dan Kolaka). Hand Out Prodi sejarah FKIP Unhalu Kendari
Pada masa pemerintahan Bokeo Laduma wilayah kekuasaan kerajaan mekongga semakin luas, sebab penduduk mekongga semakin banyak sehingga semakin banyak yang mendiami wilayah-wilayah kekuasaan kerajaan mekongga semakin luas ditambah dengan wilayah pemberian neneknya yakni tanah disebelah barat yang berbatasan dengan Teluk Bone dimulai dari Pasikala sampai Lapawawu/Tamboli.
Di masa pemerintahan Mekongga, agama islam sudah mulai berkembang dengan pesatnya, dimana beliau menerima utusan dari datu luwu yaitu opu daeng masaro yang datang ke mekongga dalam rangka mengajarkan dasar-dasar dan pandangan islam sekaligus mengislamkan Bokeo Laduma oleh Datu luwu. Setelah lama memeluk agama islam kerajaan mekongga semakin makmur sehingga mengherankan kalau pada saat beliau memerintah kerajaan mekongga mencapai puncak kejayaannya.
Bokeo Laduma berusaha menyebarkan islam ke seluruh pelosok kerajaan. Disamping itu beliau juga mendatangkan guru-guru agama dari kerajaan Luwu, bahkan diantara mereka banyak yang menikah dengan putri atau kerajaan sehingga semakin eratlah hubungan kedua kerajaan tersebut. Sehingga pada akhir abad ke-17 seluruh rakyat mekongga dinyatakan telah memeluk agama islam.
Disamping itu hubungan kerajaan mekongga dengan kerajaan-kerajaan tetangga semakin dipererat khususnya dengan kerajaan luwu. Hal ini terjadi ketika kerajaan mekongga membantu kerajaan luwu dalam perang melawan kerjaan soppeng. Dikisahkan bahwa pada waktu itu luwu tidak dapat mengalahkan soppeng sebaliknya soppeng hampir mengalahkan luwu. Disaat kebingungan datu luwu teringat akan kesaktian yang dimiliki Laduma. Datu Luwu lalu memohon kepada Mincarangapa dan mengundang Laduma untuk datang ke Luwu dalam rangka membantu luwu perang melawan soppeng. “atas bantuan kerajaan mekongga maka kerajaan luwu dapat memenangkan peperangan tersebut yang diperkirakan terjadi pada tahun 1679, dikala Lelemala (Laduma) berusia 59 tahun atau tepatnya 9 tahun beliau memerintah, dan sebagai tanda terima kasih serta penghargaannya kepada raja Laduma dan segenap rakyat mekongga maka datu luwu (datu alimuddin kemudian menyerahkan sebuah bendera Merah Putih Bertuliskan huruf-huruf al-qur’an, gambar bintang dan benda tajam (Munaser, 1994).
Setelah beliau kembali di mekongga maka diadakanlah doa syukuran dengan mengundang segenap rakyat dan aparat pemerintah, maka dikukuhkanlah Bokeo Laduma dengan gelar “Sangia Nibandera” yang berarti dewa yang diberi bendera dan bendera pembawa kemenangan. Dengan demikian semakin eratlah hubungan antara dua kerajaan sehingga seringkali orang mekongga mengucapkan bahwa Susano O luwu susano mekongga, artinya susahnya Luwu, maka susahnyajuga mekongga.
Guna menyebarkan agama islam, maka Bokeo Laduma mendatangkan guru-guru agama islam dari luwu, bone, gowa dan buton. Disamping ada juga banyak pedagang-pedagang dari keempat kerajaan tetangga yang keluar masuk kerajaan mekongga untuk berdagang sambil menyabarkan agama islam khususnya di daerah-daerah pesisir pantai.
Pengiriman guru-guru agama terus berlanjut. Meskipun Laduma sudah meninggal namun pengiriman guru-guru agama tetap berlanjut. Diantara guru agama tersebut ada yang kawin dengan keluarga raja-raja di mekongga diantaranya Opu Daeng Mapuji atau Opu Palinrungan. Matano Opu Daeng mapuji mempersunting putri Bokeo Robe yang bernama Wedasa.
Sumber:
Aswati. 2010. Sejarah Lokal Sultra (daerah Kendari dan Kolaka). Hand Out Prodi sejarah FKIP Unhalu Kendari
kurang jelas jalan cerita dan penjelasannya,,
BalasHapus