Menurut Helius Sjamsuddin (Metodologi Sejarah, 2007) metode sejarah terdiri dari tahap Heuristik: Pengumpulan Sumber, Kritik: Ekstern & Intern, dan Penulisan Sejarah: Historiografi, Penafsiran, Penjelasan, Penyajian.
1. Heuristik: pengumpulan sumber
Sebagai langkah awal dalam penelitian sejarah ialah apa yang disebut heuristik (heuristics) atau dalam bahasa Jerman Quellenkunde, sebuah kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data-data, atau materi sejarah, atau evidensi sejarah (Carrard, 1992; Cf. Gee, 1950). Ada beberapa persyaratan dasar sebelum melakukan penelitian dan penulisan sejarah, khususnya kegiatan pengumpulan sumber-sumber sejarah, ada beberapa catatan penting yang menjadi modal untuk menjadi sejarawan profesional.
A. Beberapa persyaratan dasar
- Sejarawan “ideal” harus memiliki dan mengikuti rambu-rambu sbb:
a. Kemampuan praktis dalam mengartikulasi dan mengekspresikan secara menarik pengetahuannya baik secara tertulis maupun lisan (sejarah erat dengan retorika).
b. Kecakapan membaca dan/atau berbicara dalam satu atau dua bahasa asing dan daerah. Kemampuan ini diperlukan pada waktu melalukakan penelitian sumber yang menggunakan bahasa-bahasa asing tertentu.
c. Menguasai satu atau lebih disiplin kedua, terutama ilmu-ilmu sosial lain seperti antropologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi atau ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora).
d. Kelangkapan dalam penggunaan pemahaman (insights) psikologi, kemampuan imajinasi dan empati.
e. Kemampuan membedakan antara profesi sejarah dan sekedar hobi antikuarian yaitu pengumpul benda antik saja.
- Enam langkah penelitian
a. Memilih topik yang sesuai
b. Mengusut semua evidensi (bukti) yang relevan dengan topik
c. Membuat catatan tentang apa saja yag dianggap penting dan relevan dengan topik yang ditemukan ketika penelitian sedang berlangsung (misalnya dengan menggunakan fotokopi, komputer, internet menjadi lebih mudah)
d. Mengevaluasi secara kritis semua evidensi yang telah dikumpulkan (kritik sumber)
e. Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) kedalam suatu pola yang benar dan berarti yaitu sistematika tertentu yang telah disiapkan sebelumnya
f. Menyajikan dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan mengkomunikasikan kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti sejelas mungkin (Wood Gray, et.al., 1956)
(butir a, b, dan c termasuk langkah-langkah Heuristik; butir d termasuk langkah kritik eksternal dan intetrnal; butur e dan f termasuk bahasan mengenai Historiografi).
- Memilih topik
Dalam memilih suatu topik untuk penelitian, maka perlu diperhatikan empat kriteria berikut (Gray, 1956).
a. Nilai (value). Topik itu harus sanggup memberikan penjelasan atas suatu yang berarti dan dalam arti suatu yang universal, aspek dari pengalaman manusia.
b. Keaslian (originality). Jika subjek yang dipilih telah dikaji dalam penelitian yang lebih dahulu, anda harus yakin bahwa anda dapat menampilkan salah satu atau kedua-duanya:
1. Evidensi baru yang sangat substansial dan signifikan, ata suatu
2. Interpretasi baru dari evidensi yang valid dan dapat ditunjukkan.
c. Kepraktisan (practicality). Penelitian ini harus dapat dilaksanakan dengan memperhatikan hal-hal sbb:
1. Keberadaan sumber-sumber yang dapat diperoleh tanpa adanya kesulitan yang tidak rasional. Juga ada jaminan bahwa anda dapat menggunakan sumber-sumber tersebut tampa pemilik atau penyimpan sumber-sumber itu mencoba mensensor kesimpulan-kesimpulan yang anda buat.
2. Kemampuan untuk menggunakan dengan benar sumber-sumber itu berdasarkan atas latar belakang atau pendidikan anda sebelumnya, termasuk bahasa asing dan syarat-syarat teknis tertentu lainnya.
3. Ruang cukup penelitian. Ruang lingkup topik yag dipilih harus sesuai dengan medium yang dipresentasikan, mislanya apakah itu untuk makalah kelas, laporan seminar, artikel, tesis, disertasi, atau buku.
d. Kesatuan (unity). Setiap penelitian harus mempunyai suatu kesatuan tema, atau diarahkan kepada suatu pernyataan atau proposisi yang bulat, yang akan memberikan peneliti suatu titik bertolak, sutau arah maju ke tujuan tertentu, serta suatu harapan atau janji yang akan melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang khusus.
B. Sumber sejarah
- Klasifikasi sumber
Untuk kepentingan praktis sumber-sumber dapat dibagi secara garis besar atas peninggalan-peninggalan (relics atau remains) dan catatan-catatan (records)
1. peninggalan-peninggalan (relics atau remains) – (pelantar fakta yang tidak direncanakan)
a. peninggalan-peninggalan manusia, surat, sastra, dokumen-dokumen, catatan bisnis, dan sejumlah inskripsi tertentu.
b. Bahasa, adat-istiadat dan lembaga-lembaga.
c. Alat-alat dan artifak-artifak lainnya.
2. Catatan-catatan (rocords) – (pelantar fakta yang direncanakan)
a. Tertulis
· Kronik, annal, biografi, genealogi.
· Memoir, catatan harian.
· Sejumlah inskripsi tertentu
b. Lisan
· Balada, anekdot, cerita, saga.
· Fonograf dan tape recording
c. Karya seni
· Potret, lukisan-lukisan sejarah, patung, mata uang, dan medali.
· Sejumlah film tertentu, kineskop, dll.
- Sumber lisan
Ada dua kategori untuk simber lisan:
a. Sejarah lisan (oral history), ingatan lisan (oral reminiscence) yaitu ingatan tangan pertama yang dituturkan secara lisan oleh orang-orang yang diwawacara oleh sejarwan.
b. Tradisi lisan (oral tardition) yaitu narasi dan deskripsi dario orang-orang dan peristiwa-peristiwa pada masa lalu yang disampaikan dari mulut ke mulut selama beberapa generasi.
2. Kritik: eksternal dan internal
- Kritik eksternal: Otentitas dan integritas
Sebagaimana yang disarankan oleh istilahnya, kritik eksternal ialah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek “luar” sumber sejarah. Sebelum semua kesaksian yang berhasil dikumpulkan oleh sejarawan dapat digunakan untuk merekonstruksi masa lalu, maka terlebih dahulu harus dilakukan pemeriksaaan yang ketat.
Sebelum sumber-sumber sejarah dapat digunakan dengan aman, paling tidak ada sejumlah lima pertanyaan harus dijawab dengan memuaskan (Lucey, 1984).
1. Siapakah yang mengatakan itu?
2. Apakah dengan satu atau cara lain kesaksian itu telah diubah?
3. Apa sebenarnya yang dimaksud oleh orang itu dengan kesaksiannya itu?
4. Apakah orang yang memberikan kesaksian itu seorang saksi-mata (witness) yang kompeten – apakah ia mengeatahui fakta itu?
5. Apakah saksi itu mengatakan yang sebenarnya (truth) dan memberikan kepada kita fakta yang diketahui itu?
- Kritik intetrnal
Kebalikan dari kritik eksternal, kritik internal sebagaimana yang disarankan oleh istilahnya menekankan aspek “dalam” yaitu “isi” dari sumber: kesaksian (testimoni). Setelah fakta kesaksian (fact of testimoni) ditegakkan melalui kritik eksternal, tiba giliran sejarawan untuk mengadakan evaluasi terhadap kesaksian itu. Ia harus memutuskan apakah kesaksian itu dapat diandalkan (reliable) atau tidak. Keputusan ini didasarkan atas penemuan dua penyidikan (inkuiri):
1. Arti sebenarnya dari kesaksian itu harus dipahami. Sejarawan harus menetapkan arti sebenarnya (real sense) dari kesaksian itu: apa yang sebenarnya ingin dikatakan oleh saksi atau penulis. Karena bahasa tidak statis dan selalu berubah, kata memiliki dua pengertian yaitu arti harfiah dan arti sesungguhnya.
2. Setelah fakta kesaksian dibuktian dan setelah arti sebenarnya dari isinya telah dibuat sejelas mungkin, selanjutnya kredibilitas saksi harus ditegakkan. Saksi atau penulis harus jelas menunjukan kompetensi dan verasitas (kebenaran). Sejarawan harus yakin bahwa saksi mempunyai kemampuan (kapasitas) mental dan kesempatan untuk mengamati dan saksi menggunakan kesempatan ini untuk mendapatkan suatu pengertian yang benar mengenai kejadian itu.
3. Penulisan sejarah: Historiografi, penafsiran, penjelasan, penyajian.
Langkah selanjutnya yaitu: (1) penafsiran dan pengelompokan fakta-fakta dalam berbagai hubungan mereka yang dalam bahasa Jerman Auffassung dan (2) formulasi dan presentasi hasil-hasilnya yang dalam bahasa Jerman disebut Darstellung. Langkah ketiga ini merupakan gabungan kedua proses ini menurut Langlois dan Seignobos ini menggambarkan “operasi-operasi sintesis” yang menuntun dari kritik dokumen-dokumen kepada penulisan teks yang sesungguhnya sehingga pada akhirnya menghasilkan karya historigrafi (Carrard, 1992; Cf. Gee, 1950). Tahap-tahap penulisan mencakup interpretasi sejarah, eksplanasi sejarah sampai kepada presentasi atau pemaparan sejarah sebenarnya bukan merupakan kegiatan terpisah melainkan bersamaan. Hanya untuk kepentingan analisis di sini dipisahkan agar lebih mudah dipahami.
Sumber: Helius Sjamsuddin. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak. Hlm. 85 – 240.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus